Tuesday, May 22, 2001

OBLIGASI (1950-2011)



OBLIGASI
1.Periode tahun 1950
Tanggal 19 Maret 1950     : Sanering Pertama
Tujuan menutup Defisit Anggaran Belanja Negara.Diadakan pengguntingan dari semua uang kertas , terkecuali Muntbiljetten dari Rp. 1 dan Rp. 2,5
Sebelah guntingan yang tidak berlaku lagi ditukarkan dengan surat obligasi pemerintah yaitu Obligasi Pinjaman Darurat 1950 dengan bunga 3 % per tahun sedangkan sebagian simpanan masyarakat dialihkan ke rekening pendaftaran pinjaman negara dengan bunga juga 3 % per tahun.

Walaupun sejak Indonesia merdeka Rupiah sudah dikaitkan dengan US$ , sanering(th 1950,th 1959,th 1966) dan obligasi waktu itu merupakan jalan yang harus ditempuh karena :
- Pada awal kemerdekaan jumlah devisa indonesia masih sangat minim dan kegiatan eksport –import belum berjalan sebagaimana mestinya.
- Adanya kebijaksanaan pengendalian Devisa yang dilakukan oleh pemerintah waktu itu mulai tanggal 11-Maret 1950 melalui Lembaga Alat-Alat Pembayaran Luar Negri/LAAPLN
- Hubungan Indonesia dengan negara Blok Barat/kaya kurang harmonis dan bahkan sempat keluar dari PBB. Indonesia menjadi Anggota PBB ke 60,27 September 1950,tetapi sempat keluar dari ke anggotaan PBB,7 Januari 1965.Dan bergabung kembali menjadi anggota PBB,29 September 1966.


Lima tahun sesudah Kemerdekaan Indonesia,tahun 1950,tak berlebihan bila saat inilah awal istilah obligasi di(per)kenal(kan) (kepada) rakyat Indonesia.
(Sumber: Rupiah dari Masa Kemasa,Tempo 20 September 1986)


2.Periode tahun 1994
Sempat terjadi pro-kontra pendapat tentang saatnya Pemerintah Indonesia Menerbitkan Obligasi.
Dirjen Pajak Fuad Bawazier, termasuk yang berpendapat sudah saatnya Indonesia Menerbitkan Obligasi untuk di jual di pasar internasional.
Pertimbangannya,setelah 30 tahun masa Orde Baru berlangsung,kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia bagus.Jadi saatnya bagi Indonesia untuk menarik pinjaman di pasar internasional,diluar cara-cara konvensional seperti melalui CGI(Consultative Group on Indonesia).Dia membandingkan dengan Pemerintah Cina yang sudah berani menerbitkan Obligasi dalam bentuk mata uang yen-Samurai Bond, dengan nilai Rp. 1,25 trilyun-jika dirupiahkan.”Padahal mereka itu bisa dikatakan Negara yang baru saja membangun.Mengapa kita tidak berani melakukan hal yang sama”
Pinjaman melalui penerbitan Obligasi lebih independent sifatnya.Fuad Bawazier yakin obligasi pemerintah Indonesia pasti  berhasil meraih minat dunia International.Juga bisa menarik kembali dana warga Indonesia yang diluar negeri antara lain dengan membeli obligasi pemerintah.

Prof Nurimansjah Hasibuan dosen FE Universitas Sriwijaya dan staff ahli senior di Pusat Kajian Indonesia,Universitas Terbuka Indonesia berpendapat pinjaman dari CGI bisa lebih besar bila Indonesia bisa menurunkan inefisiensi.

Prof M Sadli dan Kwik Gian Gie mengomentari sebaliknya.Mereka berpendapat belum saatnya bagi Pemerintah Indonesia menerbitkan Obligasi di pasar modal international dalam upayanya mencari tambahan dana pembangunan.Kalaupun menerbitkan obligasi, lebih baik dijual ke perusahaan BUMN atau pihak swasta.
Prof Sadli berpendapat bahwa pinjaman CGI sudah lebih dari cukup.Tak perlu ditambah pinjaman komersial yang risiko dan bunganya bisa tinggi.Ini dinilai tak sesuai dengan semangat kemandirian pembiayaan pembangunan nasional yang digembar-gemborkan selama ini.
Sadli berpendapat tak perlu keberhasilan cina memperoleh Samurai Bond dipakai sebagai pembanding untuk mencari utang nonkonvensional.Hutang yang ada sekarang saja sudah hampir menembus batas psikologis USD 100 milyar dollar.
Kwik Gian Gie berpendapat bahwa utang melalui penerbitan obligasi akan memberatkan neraca pembayaran karena saat ini Indonesia adalah Negara pengutang terbesar setelah Brasil dan Meksiko.Lebih penting pembenahan sector riil agar lebih efficien dan menekan ekonomi biaya tinggi.
(Sumber:Sudah Saatnya Indonesia Menerbitkan Obligasi,Kompas 11-7-1994)

3.Periode tahun 1998
Berbeda dengan pro-kontra wacana penerbitan obligasi tahun 1994 yang dengan tujuan pembiayaan pembangunan,pada tahun 1998 penerbitan obligasi pemerintah untuk membiayai bank-bank yang sakit dan harus dilakukan Rekapitulasi.
Menurut Wakil Ketua BPPN,Rini M.S Soewandi,Badan Penyehatan Perbankan Nasional/BPPN akan mengambil alih kepemilikan bank-bank sakit yang di take over pemerintah dengan cara mengkonversi kewajiban yang diambil alih menjadi saham.Dengan demikian,bank-bank yang berada dalam perawatantidak harus menanggung beban hutang.Kewajiban mengembalikan KLBI sepenuhnya diambil alih BPPN.Cuma,karena tidak mempunyai dana,BPPN menerbitkan obligasi Rp. 80 trilliun,yang langsung dibeli BI.Dengan demikian,untuk sementara BPPN bisa melupakan soal hutang dan mengkonsentrasikan diri untuk menyehatkan bank-bank yang berada di bawah kendalinya .

Namun,BPPN tak perlu menunggu obligasi yang akan diterbitkan pemerintah.Soalnya”Kalau dana penyehatan itu dibutuhkan lebih cepat,kami bisa menerbitkan obligasi yang untuk sementara bisa dibeli oleh BI,”ujar Rini Soewandi
(Sumber:Sim Salabim,KLBI Jadi Obligasi-Forum Keadilan 4 Mei 1998)

4.Periode tahun 1999
28 Mei 1999 Pemerintah meluncurkan Obligasi Pertama senilai Rp. 300 trilyun.Obligasi ini akan digunakan untuk mendanai program Rekapitulasi Perbankan pada 8 bank sekaligus untuk mengganti BLBI(Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).
Obligasi ini dijamin oleh Pemerintah Jepang.Menteri Keuangan Jepang,Kiichi Miyazawa mengungkapkannya dalam pertemuan para Menteri Keuangan Asia Pasifik di Langkawi,Malaysia.
(Sumber: Tenang,Obligasi Pemerintah Dijamin Jepang-Tempo,24 Mei 1999)

5.Periode tahun 2001
18 September 2001
Menteri Keuangan (Menkeu)Boediono mengatakan mulai tahun 2002 hingga 2018,pemerintah akan mulai menanggung beban pembayaran hutang dalam negeri yang berasal dari surat utang dan obligasi negara yang diterbitkan pemerintah,baik untuk merekapitulasi perbankan maupun dalam rangka program penjaminan perbankan.Sejauh ini,jumlah utang dalam negeri telah mencapai Rp. 656,7 trilliun.Utang ini terdiri dari surat utang dalam kaitan dengan penjaminan perbankan sebesar Rp. 218,3 trilliun,obligasi negara untuk Bantuan Likuiditas Bank Indonesia(BLBI)sekitar Rp. 428,4 trilliun,dan surat utang dalamrangka kredit program sebesar Rp. 10 trilliun.
(Sumber:Utang Obligasi Bebani Negara hingga 2018-Kompas 18-9-2001)


6.Periode tahun 2002
Tanggal 12 Juni 2002,
PT Indofood Sukses Makmur Tbk terbitkan obligasi Jumlah Terbesar
PT Indofood Sukses Makmur Tbk akan menerbitkan obligasi sebesar US$ 280 juta .Rencana semula obligasi yang akan diterbitkan 200 juta US$ 200 juta,tapi harus ditingkatkan karena adanya kelebihan permintaan yang signifikan.
Menurut Direktur Utama Indofood Eva Riyanti Hutapea,ini adalah obligasi dengan Jumlah Terbesar yang diterbitkan Perusahaan Indonesia sejak terjadinya krisis ekonomi.
(Sumber:Indofood Akan Terbitkan Obligasi Senilai US$ 280 juta,Kompas 12-6-2002)

Tanggal 24 Juni 2002
“Hantu” Obligasi Pemerintah dan BLBI
Badan Penyehatan Perbankan Nasional(BPPN) sempat mebuat prediksi(Economic Review April 2002) bahwa jika obligasi pemerintah dalam rangka rekapitulasi perbankan terus diperpanjang(roll over),maka ongkos krisis Indonesia akan mencapai Rp. 7.000 trilliun(!)
Angka ini merupakan penjumlahan antara pokok (principal) obligasi pemerintah Rp. 700 trilliun ditambah dengan pembayaran bunganya(interest)sampai tahun 2038
Kotroversi BLBI
Kalau dirunut ke belakang,maka segala”hiruk pikuk” dan “malapetaka” yang ditimbulkan oleh penerbitan obligasi pemerintah ini berasal dari dikeluarkannya BLBI oleh BI saat puncak krisis akhir tahun 1997 dan awal tahun 1998.
Muncul beberapa kontroversi antara lain:
-      4 petinggi BI bersalah.Mereka adalah J Soedrajad Djiwandono,Hendro Budiyanto,Paul Soetopo,Heru Supraptomo.Mereka dianggap bersalah karena masih memperbolehkan bank-bank ikut kliring padahal sudah berposisi “saldo merah”.
-      Ada wacana antara lain dari ekonom kaliber dunia seperti Joseph Stiglitz(Columbia),Paul Krugman(Princeton),Jeffrey Sachs(Harvard),dan Allan Meltzer(Carnegie Mellon) menyebutkan bahwa yang bersalah adalah Dana Moneter International (IMF).Pertimbangannya adalah,bagaimana mungkin IMF merekomendasikan penutupan 16 Bank tanggal 1 November 1997,sementara jaring pengamannya (skenario penjaminan) baru dibuat tanggal 27 Januari 1998 alias terlambat tiga bulan?Dimana letak profesionalitas IMF sebagai dokter yang memberi terapi pada pasiennya?
Skema penjaminan ini bahkan sampai sekarang juga masih berlarut-larut meski banyak saran agar segera diganti dengan lembaga asuransi deposito,seperti yang dilakukan Amerika Serikat setelah terkena depresi dunia 1930.IMF sendiri sudah siap dengan dalih jitu,masih untung blanket guarantee(program penjaminan)dimunculkan “hanya” tiga bulan setelah penutupan bank.
          Dalam kasus depresi dunia tahun 1930,pembentukan lembaga asuransi deposito FDIC(Federal Deposit Insurance Corporation) melalui The Banking Acts 1993 dan 1995,baru dilakukan sekitar setahun krisis terjadi,alias mengalami time lag lebih lama.
Hambat eskalasi
Suka atau tidak,BLBI dan obligasi pemerintah akan menjadi ganjalan besar dalam perekonomian Indonesia hari ini  dan hari-hari mendatang.Semua skema yang diproyeksikan BPPN merupakan potert suram yang akan terus menerus membebani APBN di tahun-tahun mendatang.Hal yang bisa kita lakukan adalah menghambat eskalasi,atau mengendurkan percepatannya.Apa yang dilakukan?
Pertama:Skenario seram beban poko obligasi pemerintah beserta bunganya antara Rp. 1.000 trilliun – Rp. 7.000 trilliun itu didasarkan pada asumsi bunga SBI 17-19% p.a.Sekarang bunga SBI meluncur ke level 15 %.Jika tren ini bisa berlanjut akan mengurangi beban pembayaran bunga obligasi.IMF diharapkan semakin menyadari kebijakan uang ketat sudah tidak cocok lagi.
Kedua: pemerintah harus mendorong dan memfasilitasi investor-investor yang membeli asset BPPN agar mereka ikut menanggung beban.Contoh kongkrit:pemilik Bank Central Asia/BCA(Farallon) hendak membeli asset BPPN Rp. 10 trilliun.Ini sesuai komitmen untuk “membersihkan” BCA dari obligasi rekap.Mustahil Pemerintah Indonesia kuat menanggung sendiri beban ini.Investro pun harus membantu.
Ketiga:saya jelas amat mendukung litigasi kasus BLBI.Namun,Kejaksaan harus berpikir ulang dengan hati-hati dan jernih,siapa sebenarnya yang paling pantas dilitigasi?Para aktor jahat(maling-maling itu) dalam implementasinya dilapangan,ataukah pengambil kebijakannya(policy makers)?
Di mana persisnya letak kesalahan,apakah pada tahap pengambilan kebijakan ataukah implementasi kebijakan?Kalau policy makers terbukti kena supa oleh bankir-bankir jahat untuk mencairkan BLBI,berarti dia memang bersalah dan pantas dihukum.Akan tetapi,kalau policy nya yang dijalankan secara melenceng di lapangan,apakah policy makers-nya yang salah?Ini saja dulu yang harus direnungkan para penegak hukum kita.Selamat melitigasi.
(Sumber: “Hantu” Obligasi Pemerintah dan BLBI-A Tony Prasetiantono,Kompas 24-6-2002)

7.Periode tahun 2003
Tahun-tahun pasca krisis dimana perbankan masih seret mengucurkan kredit,mendorong beberapa perusahaan multifinance melakukan terobosan.Sebagai alternatif,mereka menerbitkan obligasi(penawaran umum obligasi)
Sejak awal Januari 2003,tiga perusahaan pembiayaan melakukan penawaran umum obligasi.Mereka adalah:
PT Adira Dinamika Multi Finance  sebesar Rp. 500 milyar
PT Tunas Financindo Sarana        sebesar Rp. 300 milyar
PT Astra Sedaya Finance             sebesar Rp. 800 milyar

Total dana yang sebesar Rp. 1,6 Trilyun sangat besar artinya bagi perusahaan pembiayaan.”Seluruh dana yang dihasilkan dari penerbitan obligasi ini akan digunakan untuk pembiayaan kendaraan bermotor”,kata Stanley Setia Atmadja,Direktur Utama Adira Dinamika Multi Finance
(Sumber:Siapa Mau Obligasi Multifinance?Infobank Mei 2003)

8.Periode tahun 2004
Juni 2004
Pasar SUN Terguncang
Kenaikan suku bunga SBI hanya satu basis point telah membuyarkan harapan para pelaku pasar yang ingin menangguk untung dari instrument obligasi Negara.Turunnya minat pemodal tampak dari tingginya suku bunga SUN yang diminta pasar saat pemerintah membuka lelang SUN seri FR 0025 pada 25 Mei 2004.Bunga yang diminta rata-rata 11,75% bahkan ada yang minta 12 %.Padahal pada penerbitan bulan sebelumnya bunga SUN yang terserap pasar hanya 10%.Karena pemerintah tak sepakat dengan bunga yang diminta pelaku pasar,lelangpun dibatalkan.
(Sumber: Pasar SUN Terguncang –Majalah Investor 9-23 Juni 2004)

9.Periode tahun 2005
11 April 2005-Redemption Obligasi,”Gempa”Reksa Dana
Sejak akhir tahun 2004 beberapa indicator telah menunjukkan adanya kemungkinan perubahan trend suku bunga.Misalnya,kenaikan suku bunga di Amerika Serikat,China,Australia dan Negara-negara Eropa.
Sepanjang tahun 2004 bank sentral AS(The Fed)telah menaikan Fed Fund Target Rate sebesar 1,25 persen.
Tingginya harga minyak mentah juga menjadi indicator kenaikan inflasi yang sejalan rencana kenaikan harga BBM yang telah didengungkan pemerintah sejak akhir 2004.
Sayangnya,kebijakan suku bunga  Bank Indonesia melalui SBI tidak memberikan konfirmasi akan hal ini.Dengan perubahan SBI yang sangat tidak signifikan sampai akhir maret lalu,BI seolah-olah menunjukkan kepada pasar bahwa suku bunga tidak akan naik.Ini memberikan sinyal yang tidak jelas kepada pelaku pasar.Akibat optimisme yang berlebihan,banyak pelaku pasar yang memburu obligasi.Harga obligasipun terus naik sampai mencapai puncaknya pada bulan Januari 2005.
Kenaikan harga obligasi juga didorong oleh masuknya dana baru ke reksa dana dalam jumlah yang sangat besar.Beberapa manager investasi”terpaksa”membeli obligasi yang telah over valued tersebut meski sebenarnya mereka mempunyai pilihan untuk membeli obligasi dengan tenor pendek yang mempunyai resiko suku bunga lebih rendah dibandingkan obligasi jangka panjang.Namun pilihan ini sering dilakukan untuk menyenangkan nasabah dengan tingkat pengembalian tinggi  yang diberikan obligasi jangka panjang.Akibatnya portofolio didominasi obligasi dengan tenor jangka panjang yang berpotensi sebagai Bom waktu.
Karena  suku bunga naik,harga obligasi mengalami penurunan.Ini hal wajar karena pemilik modal ingin yield(imbal hasil) yang sesuai.Akibatnya,banyak Reksadana khususnya yang jenis pendapatan tetap(fixed income) yang berbasis Obligasi Negara dijual.Penawaran membludak,dampaknya harga obligasi ini turun dan NAB (nilai Aktiva Bersih) ikut merosot.Banyaknya “investor” reksadana yang masih terbiasa dengan karakter produk perbankan deposito semakin mendorong terjadinya Redemption(penarikan unit penyertaan reksadana oleh nasabah) besar-besaran plus  “kehebohan2” akibat salah paham nasabah.
“Ini kan “pendapatan tetap” tetapi kok nilai investasi saya  malah minus”?
Padahal yang “berpendapatan tetap” adalah kupon obligasi yang dibayarkan secara berkala oleh penerbit obligasi(emiten)kepada investor/pemegang surat berharga itu.
Adapun harga obligasi berfluktuasi sesuai dengan kondisi pasar.
“Gempa” ini direspon BI dengan Intervensi Bank Indonesia yang mencoba meredam gejolak dengan membeli obligasi Negara Rp. 4,306 triliun di pasar.Namun ternyata tak mampu meredam hasrat investor mencairkan reksadananya.
Akibat Redemption ini, per 11-April 2005 total dana turun sebesar Rp.18 trilliun dari posisi akhir Januari 2005.
(Sumber:”Redemption”yang menghantui Reksa Dana-Andi Suruji,Kompas
               Reksa Dana dan Penurunan Harga Obligasi-Reslian Pardede,Kompas
    “Gempa”Reksa Dana-Susidiarto,Kompas)

Mei 2005
International Index Company(IIC) yang berkedudukan di Basel,Swiss mengeluarkan indeks untuk obligasi Indonesia,yaitu iBoxx ABF Indonesia Index.Indeks ini akan digunakan untuk mengukur kinerja Reksa Dana Asian Bond Fund Indonesia Bond Index Fund(ABF IBI Fund).
Indeks ini akan memuat obligasi yang diterbitkan pemerintah atau quasi-sovereign (terdapat unsure kepemilikan pemerintah,seperti BUMN).Daftar obligasi dalam indeks ini akan dievaluasi dalam jangka waktu tertentu.Sebelumnya,tolok ukur kinerja obligasi hanya dibandingkan dengan deposito berjangka yang sebenarnya tidak sebanding karena deposito bukan produk investasi.
Walau agak ruwet,namun ini salah satu alternative investasi baru di Indonesia.Reksa Dana ABF IBI Fund ini merupakan bagian dari dana obligasi Asia atau Asia Bond Fund-2(ABF) dengan dana awal sebesar 2 milyar dollar AS.

Dana investasi ini dikumpulkan dari anggota bank sentral dan otoritas moneter di Asia Timur dan Pasifik(Executives Meeting Bond East Asia and Pasific Central  Banks/EMEAP)
(Sumber:Mengenal Reksa Dana ABF IBI,Kompas 18-5-2005)


10.Periode tahun 2006
26 Juni 2006 ORI,Pemerintah menerbitkan Obligasi Retail Indonesia
ORI memperkaya pilihan investasi retail karena tidak lama lagi pemerintah akan menerbitkan obligasi ritel(ORI001) yang diharapkan bisa memperluas basis investor domestic sehingga dalam jangka panjang dapat meningkatkan fleksibilitas keuangan pemerintah.
(Sumber:ORI Memperkaya Pilihan Investasi,Edwin Syahruzad-Kompas 28-6-2006)

(Sumber:ORI Memperkaya Pilihan Investasi,Edwin Syahruzad-Kompas)


11.Periode tahun 2007
November 2007,Yield Obligasi Naik Tajam
Sejak awal November ini,pasar obligasi mengalami kenaikan yield obligasi yang tajam.Kenaikan tersebut yang ketiga kalinya pada tahun 2007.Untuk mengurangi volatilitas pasar yang dipicu dari luar,peningkatan partisipasi investor domestic menjadi keharusan.
Yield obligasi merangkak naik secara signifikan setelah pengumuman inflasi 1 November 2007.Ini merupakan kenaikan ketiga kali sepanjang tahun 2007 yang dipicu factor-faktor eksternal.Lonjakan sebelumnya terjadi pada bulan Juni dan Agustus 2007 masing-masing disebabkan kenaikan ekspektasi inflasi dan dampak krisis subrime mortage di Amerika Serikat.Namun secara tak terduga yield terus naik dengan cepat,bahkan melampaui level pada bulan Agustus 2007.

Factor eksternal pemicu kenaikan yield obligasi:
-          meroketnya harga minyak bumi hingga mendekati US$ 100/barrel yang kemudian mendorong kenaikan resiko inflasi diseluruh dunia.Risiko inflasi ini disikapi pelaku pasar obligasi dengan menaikan yield yang dikehendaki sehingga akhirnya menggerus harga obligasi.
-          Dampak lanjutan dari kerugian akibat krisis subrime mortage yang selanjutnya berdampak menurunkan toleransi risiko kreditor dan pemodal lainnya.Kenaikan tajam yield obligasi seiring dengan kenaikan harga premi CDS(credit default swap) .mengindikasikan peranan investor asing pada pasar obligasi Pemerintah Indonesia masih sangat besar.

Peran investor domestic sangat diharapkan peningkatan perannya didalam pasar sekunder obligasi SUN agar volatilitas pasar akibat factor eksternal dapat lebih terkendali.Peran investor domestic yang lebih besar sejalan dengan upaya menambah kedalaman pasar(market depth) yang sangat diperlukan untuk mendukung stabilitas keuangan Negara.
(Sumber:Kita Butuh Investor Yang Lebih Aktif-Budi Susanto,Kompas 26 November 2007)




12.Periode tahun 2008
April 2008,Obligasi Rupiah Bangkit
Harga obligasi rupiah akhirnya mengalami pemulihan minggu lalu setelah tertekan sejak Juli 2007.Kenaikkan harga tersebut mengindikasikan pasar obligasi domestic telah melewati titik terdalam pada potret lembah pergerakan harga dalam episode krisis financial global 2007-2008.
Selisih yield antara SUN dan US Treasury berjangka waktu sama-sama 10 tahun bertambah lebar dari waktu ke waktu sejak September 2007,saat ini mencapai 9 persen,ini menarik investor local membeli obligasi SUN.
Pemerintah sangat diharapkan bisa menjaga kondisi kondusif ini.

(Sumber :Obligasi Rupiah Bangkit Dari Titik Terendah,Budi Susanto –Kompas14 April 2008)
(Sumber:Obligasi Rupiah Bangkit dari Titik Terendah,Kompas 14 April 2008)

Juni 2008,Yield Obligasi Pemerintah catat Level Tertinggi sejak 2006
Berdasar pengalaman tahun 2005 semestinya yield atau imbal hasil obligasi mengalami penurunan cepat pasca pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar minyak.Namun,akirminggu lalu yield obligasi pemerintah malah mencatat level tertinggi sejak awal tahun 2006.Tiga kali sudah yield obligasi mengecoh:
-          8-April 2008 yield obligasi pemerintah mencapai titik tertinggi 12,11%,sempat turun beberapa hari berikut,dan naik lagi setelah mencapai titik terendah 11.40% pada 11-4-2008.

-          Akhir April 2008 indeks rata-rata yield obligasi pemerintah mencapai 12,51%  Tren penurunan yield pada awal Mei 2008 sampai minggu ketiga,tetapi,yield kemudian naik kembali pada 22 Mei 2008.
-          Seminggu setelah pengumuman harga bahan bakar minyak(BBM),yield obligasi pemerintah mengalami penurunan.Namun 30 Mei 2008 yield obligasi pemerintah mulai naik lagi bahkan melompat mencapai 12,77%.Level tertinggi sejak awal 06.

Tekanan inflasi dan Budget risk akibat kenaikan harga minyak dunia ditenggarai menjadi salah satu factor yang sangat dominan dalam menentukan pergerakan harga obligasi.Tren kenaikan harga minyak yang berlangsung sejak bulan Juli 2007 menekan harga obligasi sehingga yield terus-menerus naik.
19 Februari 2008 harga minyak tembus US$ 100;Yield obligasi pemerintah 9,51%
5 Mei 2008 Yield obligasi pemerintah 11,53%.Kenaikan ini dapat dilihat sebagai yield ekstra yang diminta investor yang mengkompensasikan ekspektasi kenaikan inflasi dan suku bunga.Walau faktanya,Bank Indonesia baru menaikan suku bunga acuan BI Rate sebesar 0,25% .7 Mei 2008 menjadi 8,25 %; 5 Juni 2008 menjadi 8,50 %(naik 0,25%)


(Sumber:Antara Harga Minyak dan Pasar Obligasi-Budi Susanto,Kompas)



13.Periode tahun 2009
Obligasi berdenominasi yen,Samurai Bond akhirnya jadi diterbitkan.Ditengah gencarnya pemberitaan pasca meledaknya bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton,pemerintah melalui Menteri Keuangan telah melakukan pricing Samurai
 Bond.

“Pricing Samurai Bond sebesar 35 milliar yen dengan tenor 10 tahun dan kupon 2,73%,”kata Dirjen Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto di Jakarta,Jumat(17/7).

Menurut dia,penerbitan dilakukan melalui mekanisme private placement kepada Qualified Institutional Buyers misalnya asuransi dan perbankan di Jepang.Melalui mekanisme tersebut,hasil penerbitan ditempatkan secara langsung di institusi-institusi yang terbatas.”Tanggal penerbitan transaksi ini 29 Juli 2009,”ujar Rahmat.

Transaksi tersebut merupakan Penerbitan Pertama Samurai Bond oleh Pemerintah Indonesia dengan penjaminan dari Japan Bank for International Coorpertion(JBIC).Penjaminan samurai bond juga merupakan fasilitas pinjaman siaga dari JBIC sebesar US$ 1,5 milliar.
(Sumber:Samurai Bond Diterbitkan-Suara Merdeka 18-Juli 2009)