Saturday, November 30, 2019

Dirgahayu OJK ke-8. Jangan boros,ya bro!(HUT OJK 22 November )

Oleh Eko B Supriyanto Pimpinan Redaksi InfoBank Group

JUDUL tulisan ini sama sekali tidak ingin mempersoalkan iuran industri kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perkara iuran sudah selesai. Tidak ada diskusi. Final. Dan, industri sudah membayar hingga usia OJK 8  tahun. Tulisan ini hanya sedikit bertanya, untuk apa dan sepadankah uang iuran itu untuk kemajuan dan memperkuat industri keuangan?
Tahun lalu, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan beberapa catatan. Jika tidak ingin disebut pemborosan terhadap pos-pos pengeluaran. Salah satunya adalah tidak dipakainya gedung yang sudah terlanjur disewa — hanya gara-gara karena warisan rezim OJK lama. Kabar soal pemborosan yang dituduh BPK kini tak terdengar lagi. Entah sudah “diselesaikan” atau tetap menjadi catatan audit berikutnya. Kita tunggu.
Tahun 2020, dalam Rencana Anggaran Keuangannya, OJK mengajukan tambahan anggaran menjadi Rp6,06 triliun. Nilai itu naik 9,64% dibandingkan dengan anggaran 2019 yang sebesar Rp5,53 triliun. Hal ini wajar saja terjadi kenaikan karena memang aset industri keuangan juga naik.
Tidak hanya Komisi XI DPR RI yang mempertanyakan, dan bahkan hendak membuat semacam lembaga supervisi (amandemen UU OJK). Dalam jangka pendek Komisi XI DPR RI hendak membuat Panitia Kerja Pengawasan OJK dalam kaitan Penyehatan Jiwasraya, Bumiputera dan Muamalat.
Selama 8 tahun, OJK bukan tidak bekerja dalam menyelesaikan penyehatan industri keuangan. Sudah luar biasa. Tapi untuk Jiwasraya, Bumiputera dan Mualamat publik menilai, dan Komisi XI DPR RI yang memilih Dewan Komisioner belum dinilai optimal. Kinerja pengawasan tentu  tidak hanya melihat tiga institusi itu.
Sebelumnya, masyakarat tidak melupakan peristiwa gagal bayar dan kredit macet macet Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance di tahun 2018. Ada Silo di jajaran dewan komisioner OJK dalam kasus SNP dan kejeblosnya 14 bank.
Ada banyak prestasi OJK yang dibanggakan. Ada pertumbuhan sektor perbankan dan IKNB. Khususnya, sektor perbankan punya daya tahan yang memadai. Ia juga, tegas menutup investasi bodong dan Fintech abal-abal. Bahkan, OJK bisa masuk MURI karena menginisiasi hadirnya Bank Wakaf menjelang Pemilu tahun 2019 lalu. Tema-tema  OJK terlihat aktif mendorong pertumbuhan yang menjadi tugas utama pemerintah.
Ada catatan penting dari World Bank untuk otoritas keuangan di Tanah Air agar segera mengambil kebijakan. Dalam laporannya berjudul Global Economic Risks and Implications for Indonesia, yang dirilis pada September 2019, World Bank menyoroti dua area sistem keuangan yang sangat perlu untuk diperbaiki.    
Pertama, adalah bagaimana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan pengawasannya terhadap konglomerasi di sektor keuangan. World Bank juga menyarankan OJK untuk merevisi aturan, dan membentuk satu tim yang khusus mengawasi risiko dari konglomerasi keuangan ini.
Kedua, area yang menjadi sorotan adalah mempertahankan kredibilitas sistem keuangan dengan memperbaiki kelemahan di sektor asuransi. Secara tegas, World Bank menggarisbawahi masalah yang menimpa dua asuransi jiwa nasional terbesar, yakni AJB Bumiputera 1912 dan Asuransi Jiwasraya.
Dalam RKA 2020, OJK mengajukan anggaran administratif  (terkait pengawasan, edukasi dan berbasis SDM) sebesar Rp 4,3 triliun. Angka itu naik 11,85 persen dari anggaran administratif tahun lalu yang sebesar Rp 3,8 triliun. Sedangkan untuk anggaran operasional, OJK mengajukan Rp 1,28 triliun. Angka itu naik 22,73 persen dibandingkan dengan tahun ini yang sebesar Rp 1,04 triliun.
Adapun untuk kegiatan pengadaan aset, justru turun 28 persen menjadi Rp 400,42 miliar dari tahun lalu yang senilai Rp 556 miliar. Anggaran kegiatan pendukung lainnya turun 19,02 persen menjadi Rp 35,09 miliar dari 2019 sebesar Rp 43,3 miliar.
Jadi untuk apa iuran industri yang terus membesar? Didiklah dengan baik para pengawas OJK (bank dan IKNB) agar lebih mumpuni dan jangan hanya sekedar mencari-cari kesalahan tidak subtansi. Ini penting kerena jumlah pengawas yang punya pengalaman 5 tahun ke bawah jumlahnya sangat dominan.
Harusnya dana iuran itu akan lebih banyak diperuntukan menambah tenaga dan jumlah pengawas. Permintaan tenaga pengawas ke Bank Indonesia setidaknya merupakan bukti bahwa tenaga pengawas masih kurang. Kita semua ingin OJK kuat, apalagi dalam situasi pasar global tertekan seperti sekarang ini. Jangan sampai tekanan itu memperburuk kuda kuda sektor keuangan.
Apakah anggaran administrasi yang paling besar terkait pengawasan dan edukasi ini, benar-benar murni untuk memperkuat pengawasan yang menjadi marwah utama OJK? Jangan sampai biaya administrasi  ini di dalamnya untuk pembangunan Gedung Financial Centre (Kantor Pusat OJK).
Jika dana iuran OJK untuk pembangunan gedung, apalagi dianggarkan sampai tahun 2027 tentu tidaklah patut (mengingat biayanya yang besar). Dalam hal ini industri tidak bisa berbuat apa-apa — kalau anggaran itu disetujui oleh DPR. Hanya saja uang iuran kok buat bangun gedung. Apalagi, Ibukota juga akan pindah.
Tidak sulit OJK minta persetujuan DPR, dan pengalaman seperti diungkankan mantan anggota Komisi XI DPR RI, biasanya OJK membalas atas persetujuan anggaran itu dengan mengadakan Focus Discussion Group (FDG) di Daerah Pemilihan (Dapil) masing-masing anggota Komisi XI DPR RI. Biasanya dibuat program FDG ke daerah-daerah yang dibungkus literasi, atau program edukasi. Ini juga tidak salah, yang tidak patut kalau dalam pembahasan (atau sebelum diputus) anggaran sudah dijanjikan program “jalan-jalan” ini.
Kita semua ingin melihat OJK independen sesuai marwah pendiriannya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel. Juga, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Mengatur, Mengawasi dan Melindungi masih tetap relevan, meski jarang terdengar lagi. Lebih sering terdengar kata pertumbuhan dan investasi bodong dari pada roh utama OJK, mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan yang kridibel, sehingga punya daya saing tinggi.
Bicara pertumbuhan tidak salah, tapi tidak terkesan terlalu condong “menghamba”  ke Pemerintah, karena OJK itu independen dengan tugas utama pengawasan di sektor perbankan dan IKNB. Tema-tema OJK tentang pertumbuhan sudah seharusnya dikurangi, karena pertumbuhan bukan tugas pokok OJK.
Lebih patut jika bicara memperkuat pengawasan dan marwah didirikan OJK delpan tahun lalu – agar tidak terjadi regulasi arbitrase – memilih pengaturan yang ringan. Pengawasan terintegrasi yang efektif dengan tenaga pengawas yang juga memadai dari sisi jumlah dan kapasitas. Itu yang lebih strategis sekarang ini.
Sembari kita semua menunggu amandemen UU OJK agar tidak Silo (dewan Komisioner), seperti kata World Bank. Pesan industri jika ada sisa anggaran ada baiknya dikembalikan ke industri dalam bentuk peningkatan kualitas sumber daya di sektor keuangan.
Pungutan yang diwajibkan kepada indutri jasa keuangan setidaknya harus dirasakan manfaatnya kembali kepada industry (recycling) dengan berbagai program kerja OJK yang bernilai tambah bidang pengaturan, dan pengawasan terintegrasi, perlindungan konsumen dan good governance.
Pada akhirnya, anggaran diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan kepercayaan konsumen terhadap sektor jasa keuangan sehingga mampu menciptakan dan membangun pertumbuhan industru jasa keuangan yang berkelanjutan.
Dirgahayu OJK ke-8. Jangan boros,ya bro!

Friday, November 22, 2019

Buat Lembaga Pengawas OJK

Buat Lembaga Pengawas OJK

CNN Indonesia | Jumat, 22/11/2019 10:21 WIB
Bagikan :   g h 
Kualitas Turun, DPR Akan Buat Lembaga Pengawas OJK                     Ilustrasi logo OJK. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- DPR berencana membentuk badan pengawas Otoritas Jasa Keuangan (OJK).  Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subhi mengatakan pembentukan dilakukan karena kualitas pengawas sektor keuangan tersebut dinilai menurun.

Nantinya, badan supervisi itu akan bertugas melakukan pengawasan terhadap langkah yang dikeluarkan OJK dalam menangani permasalahan lembaga jasa keuangan. Badan pengawas tersebut nantinya kemungkinan akan serupa dengan Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI).

"DPR merasa kualitas pengawasan OJK menurun, apa karena belum matang, usianya 10 tahun atau ada yang salah," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subhi seperti dikutip dari Antara, Jumat (22/11).

Namun, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu belum menyebut teknis pembentukan badan pengawas tersebut. Ia hanya memastikan pembentukan akan dilakukan dalam waktu dekat.

Pembentukan dilatarbelakangi oleh permasalahan yang terjadi di Bank Muamalat, Asuransi Jiwasraya dan Bumi Putra. Permasalahan tersebut menjadi momentum bagi wakil rakyat itu mengevaluasi standar OJK dalam melakukan pengawasan.

"Ini (masalah di Bank Muamalat, Asuransi Jiwasraya dan Bumi Putera) bawaan lima tahun lalu tapi baru muncul sekarang," katanya.

Bank Muamalat, Asuransi Jiwasraya dan Bumi Putera saat ini memang tengah mengalami masalah. Untuk Jiwasraya, saat ini sedang terbelit masalah keuangan.

Masalah memaksa mereka menunda pembayaran klaim produk saving plan yang dijual melalui tujuh bank mitra (bancassurance).

Perseroan mengklaim nilai total pembayaran klaim yang tertunda sebesar Rp802 miliar sampai 10 Oktober 2018. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga baru-baru ini mengatakan masalah tersebut disebabkan oleh kecerobohan manajemen dalam menginvestasikan dana nasabah.

Ia mensinyalir dana nasabah banyak diinvestasikan di saham gorengan. Sementara itu untuk Bumiputera, masalah berkaitan dengan penundaan klaim bagi sebagian nasabah AJB Bumiputera.

Masalah keuangan AJB Bumiputera awalnya terkuak pada 2010 silam. Saat itu kemampuan AJB Bumiputera dalam memenuhi kewajibannya, baik utang jangka panjang maupun jangka pendek alias solvabilitas hanya 82 persen. Ini artinya, AJB Bumiputera tidak bisa mematuhi amanat Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 504 Tahun 2004 tentang solvabilitas perusahaan asuransi yang mencapai 100 persen.


Bersih-bersih OJK: Setelah Narada, Giliran Pratama Capital

Bersih-bersih OJK: Setelah Narada, Giliran Pratama Capital

MARKET - CNBC Indonesia, CNBC Indonesia 22 November 2019 14:09
SHARE  
Bersih-bersih OJK: Setelah Narada, Giliran Pratama Capital                 Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Penertiban investasi reksa dana oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali membuahkan hasil. Kali ini, yang 'disemprit' otoritas adalah PT Pratama Capital Assets Management dengan perintah larangan penjualan reksa dana selama 3 bulan.

Dalam surat bernomor S-1423/PM.21/2019 tentang Perintah Untuk Melakukan Tindakan Tertentu kepada PT Pratama Capital Assets Management, manajer investasi tersebut dilarang menjual reksa dana dan produk investasi yang sudah dikelola perusahaan maupun membuat produk baru.

Selain larangan menjual unit dari produk yang sudah ada serta membuat produk baru, perintah lain kepada Pratama Capital dalam surat tersebut adalah memperpanjang atau menambah dana kelolaan produk kontrak pengelolaan portofolio efek untuk kepentingan nasabah secara individual. Produk jenis itu sering dikenal dengan nama kontrak pengelolaan dana (KPD).


Ketiga poin perintah tersebut berlaku untuk periode 3 bulan ke depan sejak surat ini ditandatangani oleh Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Yunita Linda Sari, Kamis kemarin (21/11/19).

Penyebab keluarnya surat perintah itu adalah porsi kepemilikan saham PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) di dalam reksa dana Pratama Capital yang melebihi batas 10%. Padahal, OJK menjelaskan sudah melakukan pembinaan kepada manajer investasi tersebut terkait dengan saham KIJA pada 2017 dan 2018.

Berdasarkan pengawasan oleh OJK atas pengelolaan dana yang dilakukan Pratama Capital pada periode 1 Mei 2019-30 Juni 2019, diketahui bahwa masih terdapat kepemilikan efek saham KIJA yang melebihi 10% dari nilai aktiva bersih (dana kelolaan) reksa dana.


Batas 10% tersebut diatur di dalam Peraturan OJK No.23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif pasal 6 ayat 1 d.

"Manajer investasi dilarang melakukan tindakan yang dapat menyebabkan reksa daan berbentuk kontrak investasi kolektif: memiliki efek yang diterbitkan oleh 1 (satu) pihak lebih dari 10% dari nilai aktiva bersih reksa dana pada setiap saat."

Namun, tidak dijelaskan nama reksa dana yang diketahui memiliki saham emiten properti tersebut di atas ketentuan batas aman.

Selain diketahui melanggar POJK No.23/POJK.04/2016, salah satu ketentuan lain yang menjadi pertimbangan perintah suspensi penjualan Pratama Capital adalah POJK No.43/POJK/04/2015 tentang Pedoman Perilaku Manajer Investasi pasal 4. Dalam aturan tersebut, manajer investasi diharuskan mengungkapkan benturan kepentingan terhadap efek yang ditransaksikan.



Data dana kelolaan reksa dana Pratama Capital menunjukkan nilai Rp 1,78 triliun dari sekurangnya 32 produk reksa dana per akhir Oktober.

Saat ini, mengacu situs resmi perusahaan, direksi yang menjabat di perusahaan adalah Iwan Margana (dirut), Alfa Sri Aditya, dan Yanto. Di dewan komisaris, pejabatnya terdiri dari Willie Dauhan (komut) dan Harjono 'John' Budiharsana.

CNBC Indonesia sudah mengirimkan permintaan konfirmasi melalui pesan singkat, tapi hingga berita ini dimuat, belum ada jawaban dari Iwan Margana.

Pemegang saham Pratama Capital terdiri dari PT Pratama Capital Indonesia (99%) dan PT Imakotama Investindo (0,01%). Uniknya, meskipun hanya menjadi pemegang saham minoritas Pratama Capital Assets, Imakotama juga tercatat sebagai salah satu pemegang saham KIJA, dengan kepemilikan per Juni 2019 sebesar 6,65%.

Penertiban sedang dilakukan OJK kepada industri pengelolaan investasi dan perusahaan efek sejak akhir tahun lalu. Sebelum Pratama Capital, dua manajer investasi lain juga terkena perintah suspensi dari OJK terhadap penjualan produk reksa dananya dengan sebab yang berbeda.

Keduanya adalah PT Narada Aset Manajemen yang disebabkan kasus gagal bayar transaksi pembelian saham senilai Rp 177,78 miliar dan PT Minna Padi Aset Manajemen yang dinilai menjual produk reksa dana berbasis saham dengan menjanjikan hasil investasi pasti (fixed rate).

Suspensi penjualan yang diperintahkan OJK kepada Minna Padi Aset Manajemen telah berlanjut kepada perintah pembubaran enam produk reksa dana yang dikelola perseroan.

Seiring dengan aksi penertiban OJK, Ketua Asosiasi Penasihat Investasi Indonesia (APII) Ari Adil menilai dengan aksi tersebut maka ke depannya diharapkan keterbukaan pasar modal dan edukasi dapat lebih dilaksanakan, serta didukung tiga langkah. Ketiganya yaitu mempelajari investasi dan investasi reksa dana, kritis terhadap proses investasi, dan mengevaluasi prosesnya secara berkala.


TIM RISET CNBC INDONESIA





OJK Bubarkan 6 Reksa Dana Minna Padi, Izin Dirut Dibekukan!

OJK Bubarkan 6 Reksa Dana Minna Padi, Izin Dirut Dibekukan!

MARKET - Redaksi, CNBC Indonesia 22 November 2019 06:27
SHARE  
Foto: ist

Perintah pembubaran tersebut dikeluarkan setelah sebelumnya penjualan seluruh reksa dana (RD) Minna Padi Aset Manajemen disuspensi otoritas pasar modal sejak 9 Oktober, ketika OJK menemukan bahwa dua reksa dana yang dikelola perseroan dijual dengan janji return pasti (fixed return) masing-masing 11% antara waktu 6 bulan-12 bulan.


Padahal, kedua reksa dana tersebut yaitu RD Minna Padi Pasopati Saham dan RD Minna Padi Pringgondani Saham adalah reksa dana saham yang sifatnya terbuka. Reksa dana terbuka berarti unit penyertaan produknya dapat dibeli-dijual setiap waktu dan sangat terpengaruh kondisi pasar sehingga kinerjanya tidak dapat dan tidak patut dijanjikan.

Dalam surat OJK bertajuk Perintah Untuk Melakukan Tindakan Tertentu yang ditujukan kepada direksi Minna Padi Aset Manajemen, enam produk RD yang harus dibubarkan perseroan adalah RD Minna Padi Pringgondani Saham, RD Minna Padi Pasopati Saham, dan RD Syariah Minna Padi Amanah Saham Syariah.

Reksa dana lain yang juga harus dibubarkan berdasarkan surat OJK bernomor S-1442/PM.21/2019 itu adalah RD Minna Padi Hastinapura Saham, RD Minna Padi Property Plus, dan RD Minna Padi Keraton II. Empat nama pertama adalah reksa dana saham dan sisanya adalah reksa dana campuran.

RD saham adalah produk reksa dana yang minimal 80% portofolionya berupa saham, sedangkan RD campuran adalah produk reksa dana yang memiliki fleksibilitas tinggi karena manajer investasi memiliki kuasa untuk mengalihkan portofolio dari mayoritas di pasar saham atau mengalihkannya menjadi berupa obligasi.

Reksa dana sendiri adalah produk yang mengumpulkan dana publik dan kemudian dikelola manajer investasi untuk kemudian dibelikan efek yang tersedia di pasar modal serta instrumen pasar uang.

"Dengan ditetapkannya surat ini maka surat nomor S-1240/PM.21/2019 tanggal 9 Oktober perihal Perintah Untuk Melakukan Tindakan Tertentu tidak berlaku," ujar Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Yunita Linda Sari dalam surat perintah tersebut.


Surat bertanggal 21 November 2019 tersebut juga menyatakan kewajiban pembubaran enam reksa dana Minna Padi Aset Manajemen tersebut ditetapkan dengan didasari beberapa undang-undang (UU) dan peraturan.

Salah satu UU itu adalah UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, di mana pasal yang memberatkan adalah Pasal 9 ayat 1 huruf k, "Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah: k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti."

Minna Padi Aset Manajemen mengelola sekurangnya 10 produk reksa dana, termasuk enam yang harus dibubarkan. Selain keenam produk itu, produk reksa dana yang dikelola Minna Padi Aset Manajemen adalah Minna Padi Keraton Balanced, Minna Padi Kahuripan Pendapatan Tetap, Minna Padi Indraprastha Saham Syariah, dan Minna Padi Khazanah Pasar Uang Syariah.

Keempat nama reksa dana terakhir tidak diwajibkan bubar, tetapi OJK masih melarang penambahan unit penyertaan reksa dana yang sudah ada hingga dilaksanakannya perintah pembubaran reksa dana yang dinilai menyalahi aturan, serta beberapa perintah lain.
Perseroan juga masih dilarang menambah produk investasi baru, memperpanjang/menambah dana kelolaan reksa dana, menambah portofolio reksa dana yang sudah ada. Selain itu, izin direktur utama perseroan yaitu Djayadi dibekukan otoritas selama 1 tahun.

Per Oktober, dana kelolaan reksa dana perseroan tercatat di agen penjual reksa dana sebesar Rp 6,24 triliun.

Selain pembubaran reksa dana, OJK juga mengharuskan Minna Padi Aset Manajemen untuk memberhentikan Djayadi sebagai direktur utama.

Fit & Proper Ulang

Selain itu, OJK juga mengharuskan pemegang saham, komisaris, dan direksi perusahaan manajer investasi itu untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) ulang, memperbaiki standard prosedur perusahaan, dan wajib menerapkan tata kelola manajer investasi termasuk pengawasan terhadap tenaga pemasaran.

Meskipun OJK mewajibkan Minna Padi melakukan beberapa langkah, tapi tidak tertulis hukuman jelas bagi MI tersebut dalam surat itu.

Situs OJK menunjukkan perusahaan dipimpin Djayadi dan Budi Wihartanto sebagai direksi dengan pemegang saham yang terdiri dari Edy Suwarno 81% dan PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk (PADI) 18,87%.

Selain Minna Padi Aset Manajemen, suspensi juga sedang dilakukan OJK terhadap penambahan produk dan penambahan unit penyertaan reksa dana PT Narada Aset Manajemen karena dugaan gagal bayar transaksi pembelian saham senilai Rp 177,78 miliar.

Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) mendorong agar regulator, investor dan pelaku industri reksa dana menjadikan pembelajaran soal suspensi dan penurunan return signifikan dari sejumlah reksa dana yang dikelola oleh beberapa perusahaan manajer investasi dalam sebulan terakhir.

Kemarin (21/9/19), Direktur Eksekutif APRDI Mauldy Rauf Makmur, mengakui kondisi pasar sekarang ini punya tingkat volatilitasnya sangat tinggi, sementara perusahaan manajer investasi harus pintar memilih portofolio dengan imbal hasil yang tinggi untuk menjaga likuiditas.

Namun, lanjut Mauldy, jika benar ada yang menyalahi peraturan dengan menawarkan janji keuntungan tetap (fixed return) ketika menjual reksa dana saham dan campuran yang sifatnya terbuka, maka hal itu justru menjadi praktik yang tidak sesuai dengan peraturan pengelolaan investasi.



(tas/sef)

Bantu Kami Mengenal Anda Lebih Baik dengan Mengisi Survei Ini, Berikan Pendapat Anda dengan Klik di Sini






  • ,

  • atau

  • Wednesday, November 20, 2019

    18 produk reksa dana berkinerja negatif

    Jakarta, CNBC Indonesia - Sebanyak 18 produk reksa dana berkinerja negatif dengan level yang ekstrim, yaitu imbal hasil (return) ambles di atas 30% sejak awal November ini.

    Beberapa di antara ke-18 reksa dana itu, dari total reksa dana beredar 1.914 produk, diduga terpapar jatuhnya harga beberapa saham pada periode yang sama hingga awal pekan ini.

    Mengacu data yang diolah dari Infovesta Utama, dari ke-10 produk dengan kinerja terburuk, empat di antaranya adalah reksa dana yang dikelola PT Narada Aset Manajemen, dua adalah kelolaan PT Asia Raya Kapital, dan sisanya dibentuk oleh beberapa manajer investasi lain.

    Beberapa manajer investasi tersebut terdiri dari PT Lippo Securities Tbk (LPPS), PT Millenium Capital Management, PT Asanusa Asset Management, dan PT Treasure Fund Investama.

    Data Infovesta Utama per 18 November, menunjukkan ke-10 reksa dana tersebut berasal dari reksa dana terbuka baik dari reksa dana saham maupun reksa dana campuran, dengan rentang pergerakan minus 33,9%-49,19%.

    Padahal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencerminkan pergerakan sebagian besar saham berkapitalisasi pasar jumbo di bursa mengalami penurunan lebih tipis pada periode yang sama, yaitu 1,86%, tapi deretan reksa dana tersebut anjlok dalam.

    Dari sekitar 660 saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), ada 10 saham yang memiliki kinerja negatif ekstrim juga yaitu di atas 40%.


    Beberapa di antaranya adalah PT Terregra Asia EnergyTbk (TGRA) yang turun sampai -92,05%, PT Dewata FreightinternationalTbk (DEAL) -88,83%, PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ) -72,51%, dan beberapa saham lain.

    Pada Rabu ini (20/11/2019), BEI kembali melakukan penghentian sementara perdagangan (suspensi) dua saham baik di pasar reguler maupun pasar tunas seiring dengan penurunan harga saham kumulatif yang signifikan.

    Keduanya yakni saham Forza Land dan Waran Seri I Forza Land Indonesia (FORZ-W), serta Dewata Freightinternational dan Waran Seri I Freightinternational (DEAL-W). Padahal, saham Forza baru dibuka Selasa kemarin dari suspensi Senin, tapi langsung kena penolakan sistem auto reject bawah penolakan sistem yakni minus 24,63% di level Rp 202/saham.

    Wawan Hendrayana, Head of Capital Market Research Infovesta, menilai bahwa kemungkinan reksa dana yang mengalami penurunan kinerja cukup ekstrim dapat disebabkan oleh penurunan kinerja saham-saham yang juga cukup signifikan pada periode tersebut.

    "Kalau yang [berkinerja ekstrim negatif dalam periode] 1 bulan terakhir iya, most likely dari kejatuhan saham gorengan."




    TIM RISET CNBC INDONESIA

    Friday, November 15, 2019

    PT Bareksa Portal Investasi membekukan sementara Reksadana yg dikelola PT Narada Aset Management

    Jakarta, CNBC Indonesia - Agen penjual reksa dana (Aperd) berbasis fintech PT Bareksa Portal Investasi melakukan pembekuan pembelian sementara oleh nasabah atas dua reksa dana yang dikelola PT Narada Aset Manajemen, yaitu Narada Saham Indonesia dan Narada Campuran I.


    Berdasarkan keterangan di situs Bareksa, Kamis malam (14/11/19), pembekuan sementara (suspensi) pembelian oleh nasabah dilakukan pada Narada Saham Indonesia yang merupakan reksa dana saham dan Narada Campuran I yang berbentuk reksa dana campuran.

    Penyebab suspensi adalah pertimbangan perseroan terhadap kinerja dua produk Narada Aset Manajemen dalam 3 hari terakhir yang anjlok.

    Chief Business Development Bareksa, Ni Putu Kurniasari, mengatakan, suspensi pembelian produk Narada Saham Indonesia dan Narada Campuran I akan berlaku mulai Kamis kemarin, 14 November 2019.

    "Suspensi sementara akan diberlakukan hingga ada klarifikasi lebih lanjut dari pihak manajer investasi," ujarnya.

    Meskipun suspensi diberlakukan kepada aksi beli investor, tetapi investor yang ingin menjual kedua reksa dana masih dapat dilakukan seperti biasa.


    Berdasarkan data di situs yang sama, diketahui nilai aktiva bersih per unit (NAB/unit) Narada Saham Indonesia per akhir 2018 berada pada 1.663, dan berada pada rentang 1.559-1.693 hingga akhir Oktober.

    Pada 1 November, NAB/unit reksa dana tersebut berada pada 1.683/unit. Namun sehari setelahnya, NAB/unit tersebut turun 2,26% menjadi 1.645/unit hingga turun beruntun sampai ke 870,75/unit semalam (14/11/19).

    Dihitung dari posisi 1.679/unit pada akhir Oktober, maka koreksi yang terjadi adalah sebesar 48,18%. Hingga akhir Oktober, dana kelolaan produk itu tercatat Rp 884,29 miliar.


    Hal serupa juga terjadi pada NAB/unit Narada Campuran I, di mana penurunan terjadi hingga 786/unit kemarin (13/11/19) dari 1.347/unit. Dana kelolaan reksa dana tersebut adalah Rp 348,14 miliar.
    Dalam lembar fakta (fact sheet) Narada Saham Indonesia periode September 2019, ditunjukkan bahwa lima portofolio terbesar produk itu adalah saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bank BRIsyariah Tbk (BRIS), dan PT Terregra Asia Energy Tbk (TGRA). Dua saham lain adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT).

    Fact sheet Narada Campuran I menunjukkan lima portofolio terbesar produk itu adalah saham TGRA, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), dan Sukuk PT Indosat Tbk (ISAT).

    Sebelumnya, salah satu manajer investasi yaitu PT Minna Padi Aset Manajemen baru disuspensi penjualan reksa dananya. Meskipun sama-sama suspensi, tetapi penghentian penjualan reksa dana Minna Padi Aset Manajemen dijatuhkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Hingga saat ini manajemen Narada Aset diketahui belum memberikan pernyataan kepada Bareksa terkait kinerja dua produk tersebut.

    "Sembari menunggu klarifikasi dari Narada Aset Manajemen sebagai pengelola dana, investor bisa mempertimbangkan beberapa strategi termasuk memindahkan portofolionya ke produk lain. Meski begitu, Bareksa menyerahkan semua keputusan investasinya kepada nasabah yang memiliki kedua reksadana tersebut," tulis Bareksa dalam situsnya.

    CNBC Indonesia sudah mencoba menghubungi Vice President Marketing Communications Narada Aset Manajemen Jalaludin Miftah, namun hingga kini belum ada jawaban terkait suspensi Bareksa ini.


    Thursday, November 14, 2019

    Pembekuan Dua Reksadana yang dikelola PT Narada Aset Managemen


    Jakarta, CNBC Indonesia - Agen penjual reksa dana (Aperd) berbasis fintech PT Bareksa Portal Investasi melakukan pembekuan pembelian sementara oleh nasabah atas dua reksa dana yang dikelola PT Narada Aset Manajemen, yaitu Narada Saham Indonesia dan Narada Campuran I.

    Berdasarkan keterangan di situs Bareksa, Kamis malam (14/11/19), pembekuan sementara (suspensi) pembelian oleh nasabah dilakukan pada Narada Saham Indonesia yang merupakan reksa dana saham dan Narada Campuran I yang berbentuk reksa dana campuran.

    Penyebab suspensi adalah pertimbangan perseroan terhadap kinerja dua produk Narada Aset Manajemen dalam 3 hari terakhir yang anjlok.

    Chief Business Development Bareksa, Ni Putu Kurniasari, mengatakan, suspensi pembelian produk Narada Saham Indonesia dan Narada Campuran I akan berlaku mulai Kamis kemarin, 14 November 2019.

    "Suspensi sementara akan diberlakukan hingga ada klarifikasi lebih lanjut dari pihak manajer investasi," ujarnya.

    Meskipun suspensi diberlakukan kepada aksi beli investor, tetapi investor yang ingin menjual kedua reksa dana masih dapat dilakukan seperti biasa.


    Berdasarkan data di situs yang sama, diketahui nilai aktiva bersih per unit (NAB/unit) Narada Saham Indonesia per akhir 2018 berada pada 1.663, dan berada pada rentang 1.559-1.693 hingga akhir Oktober.

    Pada 1 November, NAB/unit reksa dana tersebut berada pada 1.683/unit. Namun sehari setelahnya, NAB/unit tersebut turun 2,26% menjadi 1.645/unit hingga turun beruntun sampai ke 870,75/unit semalam (14/11/19).

    Dihitung dari posisi 1.679/unit pada akhir Oktober, maka koreksi yang terjadi adalah sebesar 48,18%. Hingga akhir Oktober, dana kelolaan produk itu tercatat Rp 884,29 miliar.

    Hal serupa juga terjadi pada NAB/unit Narada Campuran I, di mana penurunan terjadi hingga 786/unit kemarin (13/11/19) dari 1.347/unit. Dana kelolaan reksa dana tersebut adalah Rp 348,14 miliar.

    Dalam lembar fakta (fact sheet) Narada Saham Indonesia periode September 2019, ditunjukkan bahwa lima portofolio terbesar produk itu adalah saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bank BRIsyariah Tbk (BRIS), dan PT Terregra Asia Energy Tbk (TGRA). Dua saham lain adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT).

    Fact sheet Narada Campuran I menunjukkan lima portofolio terbesar produk itu adalah saham TGRA, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), dan Sukuk PT Indosat Tbk (ISAT).
    Sebelumnya, salah satu manajer investasi yaitu PT Minna Padi Aset Manajemen baru disuspensi penjualan reksa dananya. Meskipun sama-sama suspensi, tetapi penghentian penjualan reksa dana Minna Padi Aset Manajemen dijatuhkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Hingga saat ini manajemen Narada Aset diketahui belum memberikan pernyataan kepada Bareksa terkait kinerja dua produk tersebut.

    "Sembari menunggu klarifikasi dari Narada Aset Manajemen sebagai pengelola dana, investor bisa mempertimbangkan beberapa strategi termasuk memindahkan portofolionya ke produk lain. Meski begitu, Bareksa menyerahkan semua keputusan investasinya kepada nasabah yang memiliki kedua reksadana tersebut," tulis Bareksa dalam situsnya.

    CNBC Indonesia sudah mencoba menghubungi Vice President Marketing Communications Narada Aset Manajemen Jalaludin Miftah, namun hingga kini belum ada jawaban terkait suspensi Bareksa ini.