OBLIGASI
1.Periode
tahun 1950
Tanggal 19
Maret 1950 : Sanering Pertama
Tujuan
menutup Defisit Anggaran Belanja Negara.Diadakan pengguntingan dari semua uang
kertas , terkecuali Muntbiljetten dari Rp. 1 dan Rp. 2,5
Sebelah
guntingan yang tidak berlaku lagi ditukarkan dengan surat obligasi pemerintah
yaitu Obligasi Pinjaman Darurat 1950 dengan bunga 3 % per tahun sedangkan
sebagian simpanan masyarakat dialihkan ke rekening pendaftaran pinjaman negara
dengan bunga juga 3 % per tahun.
Walaupun
sejak Indonesia merdeka
Rupiah sudah dikaitkan dengan US$
, sanering(th 1950,th 1959,th 1966) dan obligasi waktu itu merupakan jalan yang
harus ditempuh karena :
- Pada awal kemerdekaan
jumlah devisa indonesia
masih sangat minim dan kegiatan eksport –import belum berjalan sebagaimana
mestinya.
- Adanya kebijaksanaan
pengendalian Devisa yang dilakukan oleh pemerintah waktu itu mulai tanggal
11-Maret 1950 melalui Lembaga Alat-Alat Pembayaran Luar Negri/LAAPLN
- Hubungan Indonesia
dengan negara Blok Barat/kaya kurang harmonis dan bahkan sempat keluar dari PBB.
Indonesia
menjadi Anggota PBB ke 60,27 September 1950,tetapi sempat keluar dari ke
anggotaan PBB,7 Januari 1965.Dan bergabung kembali menjadi anggota PBB,29
September 1966.
Lima tahun sesudah Kemerdekaan Indonesia,tahun 1950,tak berlebihan bila saat
inilah awal istilah obligasi di(per)kenal(kan) (kepada) rakyat Indonesia.
(Sumber: Rupiah dari Masa Kemasa,Tempo 20
September 1986)
2.Periode tahun 1994
Sempat
terjadi pro-kontra pendapat tentang saatnya Pemerintah Indonesia Menerbitkan
Obligasi.
Dirjen
Pajak Fuad Bawazier, termasuk yang berpendapat sudah saatnya Indonesia
Menerbitkan Obligasi untuk di jual di pasar internasional.
Pertimbangannya,setelah
30 tahun masa Orde Baru berlangsung,kepercayaan dunia internasional terhadap
Indonesia bagus.Jadi saatnya bagi Indonesia untuk menarik pinjaman di pasar
internasional,diluar cara-cara konvensional seperti melalui CGI(Consultative
Group on Indonesia).Dia membandingkan dengan Pemerintah Cina yang sudah berani
menerbitkan Obligasi dalam bentuk mata uang yen-Samurai Bond, dengan
nilai Rp. 1,25 trilyun-jika dirupiahkan.”Padahal mereka itu bisa dikatakan
Negara yang baru saja membangun.Mengapa kita tidak berani melakukan hal yang
sama”
Pinjaman
melalui penerbitan Obligasi lebih independent sifatnya.Fuad Bawazier yakin
obligasi pemerintah Indonesia
pasti berhasil meraih minat dunia
International.Juga bisa menarik kembali dana warga Indonesia yang diluar negeri antara
lain dengan membeli obligasi pemerintah.
Prof
Nurimansjah Hasibuan dosen FE Universitas Sriwijaya dan staff ahli senior di
Pusat Kajian Indonesia,Universitas
Terbuka Indonesia
berpendapat pinjaman dari CGI bisa lebih besar bila Indonesia bisa menurunkan
inefisiensi.
Prof
M Sadli dan Kwik Gian Gie mengomentari sebaliknya.Mereka berpendapat belum
saatnya bagi Pemerintah Indonesia
menerbitkan Obligasi di pasar modal international dalam upayanya mencari
tambahan dana pembangunan.Kalaupun menerbitkan obligasi, lebih baik dijual ke
perusahaan BUMN atau pihak swasta.
Prof
Sadli berpendapat bahwa pinjaman CGI sudah lebih dari cukup.Tak perlu ditambah
pinjaman komersial yang risiko dan bunganya bisa tinggi.Ini dinilai tak sesuai
dengan semangat kemandirian pembiayaan pembangunan nasional yang
digembar-gemborkan selama ini.
Sadli
berpendapat tak perlu keberhasilan cina memperoleh Samurai Bond dipakai sebagai pembanding untuk mencari utang
nonkonvensional.Hutang yang ada sekarang saja sudah hampir menembus batas
psikologis USD 100 milyar dollar.
Kwik
Gian Gie berpendapat bahwa utang melalui penerbitan obligasi akan memberatkan
neraca pembayaran karena saat ini Indonesia adalah Negara pengutang
terbesar setelah Brasil dan Meksiko.Lebih penting pembenahan sector riil agar
lebih efficien dan menekan ekonomi biaya tinggi.
(Sumber:Sudah Saatnya Indonesia
Menerbitkan Obligasi,Kompas 11-7-1994)
3.Periode
tahun 1998
Berbeda
dengan pro-kontra wacana penerbitan obligasi tahun 1994 yang dengan tujuan
pembiayaan pembangunan,pada tahun 1998 penerbitan obligasi pemerintah untuk
membiayai bank-bank yang sakit dan harus dilakukan Rekapitulasi.
Menurut
Wakil Ketua BPPN,Rini M.S Soewandi,Badan Penyehatan Perbankan Nasional/BPPN
akan mengambil alih kepemilikan bank-bank sakit yang di take over pemerintah
dengan cara mengkonversi kewajiban yang diambil alih menjadi saham.Dengan
demikian,bank-bank yang berada dalam perawatantidak harus menanggung beban
hutang.Kewajiban mengembalikan KLBI sepenuhnya diambil alih BPPN.Cuma,karena
tidak mempunyai dana,BPPN menerbitkan obligasi Rp. 80 trilliun,yang langsung
dibeli BI.Dengan demikian,untuk sementara BPPN bisa melupakan soal hutang dan
mengkonsentrasikan diri untuk menyehatkan bank-bank yang berada di bawah
kendalinya .
Namun,BPPN
tak perlu menunggu obligasi yang akan diterbitkan pemerintah.Soalnya”Kalau dana
penyehatan itu dibutuhkan lebih cepat,kami bisa menerbitkan obligasi yang untuk
sementara bisa dibeli oleh BI,”ujar Rini Soewandi
(Sumber:Sim
Salabim,KLBI Jadi Obligasi-Forum Keadilan 4 Mei 1998)
4.Periode
tahun 1999
28
Mei 1999 Pemerintah meluncurkan Obligasi
Pertama senilai Rp. 300 trilyun.Obligasi ini akan digunakan untuk mendanai
program Rekapitulasi Perbankan pada 8 bank sekaligus untuk mengganti
BLBI(Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).
Obligasi
ini dijamin oleh Pemerintah Jepang.Menteri Keuangan Jepang,Kiichi Miyazawa
mengungkapkannya dalam pertemuan para Menteri Keuangan Asia Pasifik di Langkawi,Malaysia.
(Sumber: Tenang,Obligasi
Pemerintah Dijamin Jepang-Tempo,24 Mei 1999)
5.Periode
tahun 2001
18 September 2001
Menteri
Keuangan (Menkeu)Boediono mengatakan mulai tahun 2002 hingga 2018,pemerintah
akan mulai menanggung beban pembayaran hutang dalam negeri yang berasal dari
surat utang dan obligasi negara yang diterbitkan pemerintah,baik untuk
merekapitulasi perbankan maupun dalam rangka program penjaminan
perbankan.Sejauh ini,jumlah utang dalam negeri telah mencapai Rp. 656,7
trilliun.Utang ini terdiri dari surat utang dalam kaitan dengan penjaminan
perbankan sebesar Rp. 218,3 trilliun,obligasi negara untuk Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia(BLBI)sekitar Rp. 428,4 trilliun,dan surat utang dalamrangka
kredit program sebesar Rp. 10 trilliun.
(Sumber:Utang Obligasi Bebani Negara
hingga 2018-Kompas 18-9-2001)
6.Periode
tahun 2002
Tanggal 12 Juni 2002,
PT Indofood Sukses Makmur Tbk
terbitkan obligasi Jumlah Terbesar
PT
Indofood Sukses Makmur Tbk akan menerbitkan obligasi sebesar US$ 280 juta
.Rencana semula obligasi yang akan diterbitkan 200 juta US$ 200 juta,tapi harus
ditingkatkan karena adanya kelebihan permintaan yang signifikan.
Menurut
Direktur Utama Indofood Eva Riyanti Hutapea,ini adalah obligasi dengan Jumlah Terbesar yang diterbitkan Perusahaan Indonesia
sejak terjadinya krisis ekonomi.
(Sumber:Indofood Akan
Terbitkan Obligasi Senilai US$ 280 juta,Kompas 12-6-2002)
Tanggal 24
Juni 2002
“Hantu” Obligasi
Pemerintah dan BLBI
Badan Penyehatan Perbankan
Nasional(BPPN) sempat mebuat prediksi(Economic Review April 2002) bahwa jika
obligasi pemerintah dalam rangka rekapitulasi perbankan terus diperpanjang(roll
over),maka ongkos krisis Indonesia
akan mencapai Rp. 7.000 trilliun(!)
Angka
ini merupakan penjumlahan antara pokok (principal) obligasi pemerintah Rp. 700
trilliun ditambah dengan pembayaran bunganya(interest)sampai tahun 2038
Kotroversi BLBI
Kalau
dirunut ke belakang,maka segala”hiruk pikuk” dan “malapetaka” yang ditimbulkan
oleh penerbitan obligasi pemerintah ini berasal dari dikeluarkannya BLBI oleh
BI saat puncak krisis akhir tahun 1997 dan awal tahun 1998.
Muncul
beberapa kontroversi antara lain:
-
4
petinggi BI bersalah.Mereka adalah J Soedrajad Djiwandono,Hendro Budiyanto,Paul
Soetopo,Heru Supraptomo.Mereka dianggap bersalah karena masih memperbolehkan
bank-bank ikut kliring padahal sudah berposisi “saldo merah”.
-
Ada
wacana antara lain dari ekonom kaliber dunia seperti Joseph
Stiglitz(Columbia),Paul Krugman(Princeton),Jeffrey Sachs(Harvard),dan Allan
Meltzer(Carnegie Mellon) menyebutkan bahwa yang bersalah adalah Dana Moneter
International (IMF).Pertimbangannya adalah,bagaimana mungkin IMF
merekomendasikan penutupan 16 Bank tanggal 1 November 1997,sementara jaring
pengamannya (skenario penjaminan) baru dibuat tanggal 27 Januari 1998 alias terlambat
tiga bulan?Dimana letak profesionalitas IMF sebagai dokter yang memberi
terapi pada pasiennya?
Skema penjaminan ini bahkan sampai
sekarang juga masih berlarut-larut meski banyak saran agar segera diganti
dengan lembaga asuransi deposito,seperti yang dilakukan Amerika Serikat setelah
terkena depresi dunia 1930.IMF sendiri sudah siap dengan dalih jitu,masih
untung blanket guarantee(program penjaminan)dimunculkan “hanya” tiga bulan
setelah penutupan bank.
Dalam kasus depresi dunia tahun 1930,pembentukan lembaga
asuransi deposito FDIC(Federal Deposit Insurance Corporation) melalui The
Banking Acts 1993 dan 1995,baru dilakukan sekitar setahun krisis
terjadi,alias mengalami time lag
lebih lama.
Hambat
eskalasi
Suka
atau tidak,BLBI dan obligasi pemerintah akan menjadi ganjalan besar dalam
perekonomian Indonesia hari ini dan
hari-hari mendatang.Semua skema yang diproyeksikan BPPN merupakan potert suram
yang akan terus menerus membebani APBN di tahun-tahun mendatang.Hal yang bisa
kita lakukan adalah menghambat eskalasi,atau mengendurkan percepatannya.Apa
yang dilakukan?
Pertama:Skenario seram beban poko obligasi
pemerintah beserta bunganya antara Rp. 1.000 trilliun – Rp. 7.000 trilliun itu
didasarkan pada asumsi bunga SBI 17-19% p.a.Sekarang bunga SBI meluncur ke
level 15 %.Jika tren ini bisa berlanjut akan mengurangi beban pembayaran bunga
obligasi.IMF diharapkan semakin menyadari kebijakan uang ketat sudah tidak
cocok lagi.
Kedua: pemerintah harus mendorong dan
memfasilitasi investor-investor yang membeli asset BPPN agar mereka ikut
menanggung beban.Contoh kongkrit:pemilik Bank Central Asia/BCA(Farallon) hendak
membeli asset BPPN Rp. 10 trilliun.Ini sesuai komitmen untuk “membersihkan” BCA
dari obligasi rekap.Mustahil Pemerintah Indonesia kuat menanggung sendiri
beban ini.Investro pun harus membantu.
Ketiga:saya jelas amat mendukung litigasi
kasus BLBI.Namun,Kejaksaan harus berpikir ulang dengan hati-hati dan
jernih,siapa sebenarnya yang paling pantas dilitigasi?Para
aktor jahat(maling-maling itu) dalam implementasinya dilapangan,ataukah
pengambil kebijakannya(policy makers)?
Di
mana persisnya letak kesalahan,apakah pada tahap pengambilan kebijakan ataukah
implementasi kebijakan?Kalau policy makers terbukti kena supa oleh
bankir-bankir jahat untuk mencairkan BLBI,berarti dia memang bersalah dan
pantas dihukum.Akan tetapi,kalau policy nya yang dijalankan secara melenceng di
lapangan,apakah policy makers-nya yang salah?Ini saja dulu yang harus
direnungkan para penegak hukum kita.Selamat melitigasi.
(Sumber:
“Hantu”
Obligasi Pemerintah dan BLBI-A Tony Prasetiantono,Kompas 24-6-2002)
7.Periode tahun 2003
Tahun-tahun pasca krisis dimana
perbankan masih seret mengucurkan kredit,mendorong beberapa perusahaan
multifinance melakukan terobosan.Sebagai alternatif,mereka menerbitkan
obligasi(penawaran umum obligasi)
Sejak awal Januari 2003,tiga
perusahaan pembiayaan melakukan penawaran umum obligasi.Mereka adalah:
PT
Adira Dinamika Multi Finance sebesar Rp.
500 milyar
PT
Tunas Financindo Sarana sebesar Rp.
300 milyar
PT
Astra Sedaya Finance sebesar
Rp. 800 milyar
Total
dana yang sebesar Rp. 1,6 Trilyun sangat besar artinya bagi perusahaan
pembiayaan.”Seluruh dana yang dihasilkan dari penerbitan obligasi ini akan
digunakan untuk pembiayaan kendaraan bermotor”,kata Stanley Setia
Atmadja,Direktur Utama Adira Dinamika Multi Finance
(Sumber:Siapa Mau
Obligasi Multifinance?Infobank Mei 2003)
8.Periode
tahun 2004
Juni 2004
Pasar SUN Terguncang
Kenaikan
suku bunga SBI hanya satu basis point telah membuyarkan harapan para pelaku
pasar yang ingin menangguk untung dari instrument obligasi Negara.Turunnya
minat pemodal tampak dari tingginya suku bunga SUN yang diminta pasar saat
pemerintah membuka lelang SUN seri FR 0025 pada 25 Mei 2004.Bunga yang diminta
rata-rata 11,75% bahkan ada yang minta 12 %.Padahal pada penerbitan bulan
sebelumnya bunga SUN yang terserap pasar hanya 10%.Karena pemerintah tak
sepakat dengan bunga yang diminta pelaku pasar,lelangpun dibatalkan.
(Sumber:
Pasar
SUN Terguncang –Majalah Investor 9-23 Juni 2004)
9.Periode
tahun 2005
11 April
2005-Redemption Obligasi,”Gempa”Reksa Dana
Sejak
akhir tahun 2004 beberapa indicator telah menunjukkan adanya kemungkinan
perubahan trend suku bunga.Misalnya,kenaikan suku bunga di Amerika
Serikat,China,Australia
dan Negara-negara Eropa.
Sepanjang
tahun 2004 bank sentral AS(The Fed)telah menaikan Fed Fund Target Rate sebesar
1,25 persen.
Tingginya
harga minyak mentah juga menjadi indicator kenaikan inflasi yang sejalan
rencana kenaikan harga BBM yang telah didengungkan pemerintah sejak akhir 2004.
Sayangnya,kebijakan
suku bunga Bank Indonesia melalui SBI
tidak memberikan konfirmasi akan hal ini.Dengan perubahan SBI yang sangat tidak
signifikan sampai akhir maret lalu,BI seolah-olah menunjukkan kepada pasar bahwa
suku bunga tidak akan naik.Ini memberikan sinyal yang tidak jelas kepada pelaku
pasar.Akibat optimisme yang berlebihan,banyak pelaku pasar yang memburu
obligasi.Harga obligasipun terus naik sampai mencapai puncaknya pada bulan
Januari 2005.
Kenaikan
harga obligasi juga didorong oleh masuknya dana baru ke reksa dana dalam jumlah
yang sangat besar.Beberapa manager investasi”terpaksa”membeli obligasi yang
telah over valued tersebut meski
sebenarnya mereka mempunyai pilihan untuk membeli obligasi dengan tenor pendek
yang mempunyai resiko suku bunga lebih rendah dibandingkan obligasi jangka
panjang.Namun pilihan ini sering dilakukan untuk menyenangkan nasabah dengan
tingkat pengembalian tinggi yang
diberikan obligasi jangka panjang.Akibatnya portofolio didominasi obligasi
dengan tenor jangka panjang yang berpotensi sebagai Bom waktu.
Karena suku bunga naik,harga obligasi mengalami
penurunan.Ini hal wajar karena pemilik modal ingin yield(imbal hasil) yang sesuai.Akibatnya,banyak Reksadana khususnya
yang jenis pendapatan tetap(fixed income)
yang berbasis Obligasi Negara dijual.Penawaran membludak,dampaknya harga
obligasi ini turun dan NAB (nilai Aktiva Bersih) ikut merosot.Banyaknya
“investor” reksadana yang masih terbiasa dengan karakter produk perbankan
deposito semakin mendorong terjadinya Redemption(penarikan
unit penyertaan reksadana oleh nasabah) besar-besaran plus “kehebohan2” akibat salah paham nasabah.
“Ini kan “pendapatan tetap” tetapi kok nilai
investasi saya malah minus”?
Padahal
yang “berpendapatan tetap” adalah kupon obligasi yang dibayarkan secara berkala
oleh penerbit obligasi(emiten)kepada investor/pemegang surat berharga itu.
Adapun harga
obligasi berfluktuasi sesuai dengan kondisi pasar.
“Gempa” ini
direspon BI dengan Intervensi Bank Indonesia yang mencoba meredam gejolak
dengan membeli obligasi Negara Rp. 4,306 triliun di pasar.Namun ternyata tak
mampu meredam hasrat investor mencairkan reksadananya.
Akibat Redemption ini, per 11-April 2005 total
dana turun sebesar Rp.18 trilliun dari posisi akhir Januari 2005.
(Sumber:”Redemption”yang menghantui
Reksa Dana-Andi Suruji,Kompas
Reksa Dana dan Penurunan Harga
Obligasi-Reslian Pardede,Kompas
“Gempa”Reksa Dana-Susidiarto,Kompas)
Mei 2005
International
Index Company(IIC) yang berkedudukan di Basel,Swiss mengeluarkan indeks untuk
obligasi Indonesia,yaitu iBoxx ABF Indonesia Index.Indeks ini akan digunakan
untuk mengukur kinerja Reksa Dana Asian Bond Fund Indonesia Bond Index Fund(ABF
IBI Fund).
Indeks
ini akan memuat obligasi yang diterbitkan pemerintah atau quasi-sovereign (terdapat unsure kepemilikan pemerintah,seperti
BUMN).Daftar obligasi dalam indeks ini akan dievaluasi dalam jangka waktu
tertentu.Sebelumnya,tolok ukur kinerja obligasi hanya dibandingkan dengan
deposito berjangka yang sebenarnya tidak sebanding karena deposito bukan produk
investasi.
Walau
agak ruwet,namun ini salah satu alternative investasi baru di Indonesia.Reksa
Dana ABF IBI Fund ini merupakan bagian dari dana obligasi Asia
atau Asia Bond Fund-2(ABF) dengan dana awal sebesar 2 milyar dollar AS.
Dana
investasi ini dikumpulkan dari anggota bank sentral dan otoritas moneter di
Asia Timur dan Pasifik(Executives Meeting Bond East Asia and Pasific
Central Banks/EMEAP)
(Sumber:Mengenal Reksa
Dana ABF IBI,Kompas 18-5-2005)
10.Periode
tahun 2006
26 Juni 2006
ORI,Pemerintah menerbitkan Obligasi Retail Indonesia
ORI
memperkaya pilihan investasi retail karena tidak lama lagi pemerintah akan
menerbitkan obligasi ritel(ORI001) yang diharapkan bisa memperluas basis
investor domestic sehingga dalam jangka panjang dapat meningkatkan
fleksibilitas keuangan pemerintah.
(Sumber:ORI Memperkaya
Pilihan Investasi,Edwin Syahruzad-Kompas 28-6-2006)
(Sumber:ORI Memperkaya
Pilihan Investasi,Edwin Syahruzad-Kompas)
11.Periode
tahun 2007
November
2007,Yield Obligasi Naik Tajam
Sejak
awal November ini,pasar obligasi mengalami kenaikan yield obligasi yang tajam.Kenaikan tersebut yang ketiga kalinya
pada tahun 2007.Untuk mengurangi volatilitas pasar yang dipicu dari
luar,peningkatan partisipasi investor domestic menjadi keharusan.
Yield obligasi merangkak naik secara
signifikan setelah pengumuman inflasi 1 November 2007.Ini merupakan kenaikan
ketiga kali sepanjang tahun 2007 yang dipicu factor-faktor eksternal.Lonjakan
sebelumnya terjadi pada bulan Juni dan Agustus 2007 masing-masing disebabkan
kenaikan ekspektasi inflasi dan dampak krisis subrime mortage di Amerika Serikat.Namun secara tak terduga yield terus naik dengan cepat,bahkan
melampaui level pada bulan Agustus 2007.
Factor
eksternal pemicu kenaikan yield
obligasi:
-
meroketnya
harga minyak bumi hingga mendekati US$ 100/barrel yang kemudian mendorong
kenaikan resiko inflasi diseluruh dunia.Risiko inflasi ini disikapi pelaku
pasar obligasi dengan menaikan yield yang
dikehendaki sehingga akhirnya menggerus harga obligasi.
-
Dampak
lanjutan dari kerugian akibat krisis
subrime mortage yang selanjutnya berdampak menurunkan toleransi risiko
kreditor dan pemodal lainnya.Kenaikan tajam yield obligasi seiring dengan
kenaikan harga premi CDS(credit default
swap) .mengindikasikan peranan investor asing pada pasar obligasi
Pemerintah Indonesia
masih sangat besar.
Peran
investor domestic sangat diharapkan peningkatan perannya didalam pasar sekunder
obligasi SUN agar volatilitas pasar akibat factor eksternal dapat lebih
terkendali.Peran investor domestic yang lebih besar sejalan dengan upaya
menambah kedalaman pasar(market depth)
yang sangat diperlukan untuk mendukung stabilitas keuangan Negara.
(Sumber:Kita Butuh Investor Yang Lebih Aktif-Budi Susanto,Kompas 26
November 2007)
12.Periode
tahun 2008
April 2008,Obligasi
Rupiah Bangkit
Harga
obligasi rupiah akhirnya mengalami pemulihan minggu lalu setelah tertekan sejak
Juli 2007.Kenaikkan harga tersebut mengindikasikan pasar obligasi domestic
telah melewati titik terdalam pada potret lembah pergerakan harga dalam episode
krisis financial global 2007-2008.
Selisih
yield antara SUN dan US Treasury berjangka waktu sama-sama 10 tahun bertambah
lebar dari waktu ke waktu sejak September 2007,saat ini mencapai 9 persen,ini
menarik investor local membeli obligasi SUN.
Pemerintah
sangat diharapkan bisa menjaga kondisi kondusif ini.
(Sumber:Obligasi Rupiah Bangkit dari
Titik Terendah,Kompas 14 April 2008)
Juni 2008,Yield Obligasi Pemerintah catat Level
Tertinggi sejak 2006
Berdasar
pengalaman tahun 2005 semestinya yield atau imbal hasil obligasi mengalami
penurunan cepat pasca pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar minyak.Namun,akirminggu
lalu yield obligasi pemerintah malah mencatat level tertinggi sejak awal tahun
2006.Tiga kali sudah yield obligasi mengecoh:
-
8-April
2008 yield obligasi pemerintah mencapai titik tertinggi 12,11%,sempat turun
beberapa hari berikut,dan naik lagi setelah mencapai titik terendah 11.40% pada
11-4-2008.
-
Akhir
April 2008 indeks rata-rata yield obligasi pemerintah mencapai 12,51% Tren penurunan yield pada awal Mei 2008
sampai minggu ketiga,tetapi,yield kemudian naik kembali pada 22 Mei 2008.
-
Seminggu
setelah pengumuman harga bahan bakar minyak(BBM),yield obligasi pemerintah
mengalami penurunan.Namun 30 Mei 2008 yield obligasi pemerintah mulai naik lagi
bahkan melompat mencapai 12,77%.Level tertinggi sejak awal 06.
Tekanan
inflasi dan Budget risk akibat
kenaikan harga minyak dunia ditenggarai menjadi salah satu factor yang sangat
dominan dalam menentukan pergerakan harga obligasi.Tren kenaikan harga minyak
yang berlangsung sejak bulan Juli 2007 menekan harga obligasi sehingga yield
terus-menerus naik.
19
Februari 2008 harga minyak tembus US$ 100;Yield obligasi pemerintah 9,51%
5
Mei 2008 Yield obligasi pemerintah 11,53%.Kenaikan ini dapat dilihat sebagai
yield ekstra yang diminta investor yang mengkompensasikan ekspektasi kenaikan
inflasi dan suku bunga.Walau faktanya,Bank Indonesia baru menaikan suku bunga
acuan BI Rate sebesar 0,25% .7 Mei 2008 menjadi 8,25 %; 5 Juni 2008 menjadi
8,50 %(naik 0,25%)
(Sumber:Antara Harga Minyak dan Pasar Obligasi-Budi Susanto,Kompas)
13.Periode tahun 2009
Obligasi
berdenominasi yen,Samurai Bond akhirnya jadi diterbitkan.Ditengah gencarnya
pemberitaan pasca meledaknya bom di Hotel JW Marriot dan Ritz
Carlton,pemerintah melalui Menteri Keuangan telah melakukan pricing Samurai
Bond.
“Pricing
Samurai Bond sebesar 35 milliar yen dengan tenor 10 tahun dan kupon 2,73%,”kata
Dirjen Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto di
Jakarta,Jumat(17/7).
Menurut
dia,penerbitan dilakukan melalui mekanisme private placement kepada Qualified
Institutional Buyers misalnya asuransi dan perbankan di Jepang.Melalui
mekanisme tersebut,hasil penerbitan ditempatkan secara langsung di
institusi-institusi yang terbatas.”Tanggal penerbitan transaksi ini 29 Juli
2009,”ujar Rahmat.
Transaksi
tersebut merupakan Penerbitan Pertama
Samurai Bond oleh Pemerintah Indonesia dengan penjaminan dari
Japan Bank for International Coorpertion(JBIC).Penjaminan samurai bond juga
merupakan fasilitas pinjaman siaga dari JBIC sebesar US$ 1,5 milliar.