Bursa Saham di Seluruh Dunia Anjlok
Jumat, 13 Maret 2020 | 00:14 WIB
JAKARTA, suaramerdeka.com - Pandemi virus korona (Covid-19) bakal menimbulkan dampak berkepanjangan. Apalagi Amerika Serikat telah menutup semua penerbangan dari Eropa. Bursa saham di seluruh dunia, Kamis (12/3) dilaporkan anjlok.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (11/3), anjlok 5,01 persen hingga terkena penghentian perdagangan atau trading halt pada pukul 15.33.
Mekanisme trading halt dilakukan otoritas BEI dengan menutup semua transaksi lebih cepat dari biasanya pukul 16.15. Pada saat dilakukan penghentian perdagangan, IHSG terjun bebas melemah 258 poin atau 5,01 persen ke level 4.895.
Kebijakan trading halt itu diambil BEI dengan menindaklanjuti Surat Perintah Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tanggal 10 Maret 2020 perihal Perintah Melakukan Trading Halt Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Pasar Modal Mengalami Tekanan.
Atas keputusan itu, jika terjadi penurunan yang sangat tajam atas dalam satu hari bursa yang sama, maka diterapkan trading halt (penghentian perdagangan) 30 menit jika mengalami pelemahan 5 persen dan dilakukan lagi 30 menit jika mengalami penurunan 10 persen.
Selain itu juga diterapkan trading suspend bila IHSG turun hingga 15 persen. Pada perdagangan Kamis (12/3), IHSG memang cukup ambles sejak awal perdagangan pagi hari.
IHSG dibuka negatif dengan meninggalkan level 5.000, tepatnya terkoreksi sebanyak 185 poin (3,59 persen) ke level 4.968. Adapun indeks LQ45 juga melemah 42 poin (5,2 persen) ke 776.
Hingga sesi I berakhir pada Kamis siang, IHSG turun hingga 151 poin (2,9 persen) ke level 5.002. Sedangkan indeks LQ45 turun 25 poin (3,13 persen) ke level 794.
”Melemahnya IHSG khususnya, maupun indeks global pada umumnya, lebih dipengaruhi oleh faktor penyebaran Covid-19 yang secara masih masif dan telah dideklarasikan WHO sebagai pandemik internasional karena penyebaran virus tersebut telah mencapai 118 negara,” kata Analis Binaartha Sekuritas, M Nafan Aji Gusta Utama di Jakarta, Kamis (12/3).
Dari data BEI, terjungkalnya IHSG ke level 4.895 atau anjlok 258 poin (5,01 persen) dalam perdagangan kemarin, dipicu seluruh sektor terkoreksi dengan sektor industri dasar turun paling dalam yaitu minus 8,48 persen, diikuti sektor pertanian dan sektor pertambangan dasar masing-masing minus 4,71 persen dan minus 4,6 persen.
Penutupan IHSG juga diiringi aksi jual saham oleh investor asing yang ditunjukkan dengan jumlah jual bersih asing atau net foreign sell sebesar Rp 256,86 miliar.
Adapun frekuensi perdagangan saham di BEI, tercatat sebanyak 421.049 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 5,32 miliar lembar saham senilai Rp 5,98 triliun.
Sebanyak 39 saham naik, 398 saham menurun, dan 80 saham tidak bergerak nilainya. IHSG tidak anjlok sendirian.
Saham-saham di bursa regional Asia, Kamis (12/3) sore juga berguguran. Indeks Nikkei melemah 856,5 poin atau 4,41 persen ke 18.559,6, Indeks Hang Seng melemah 922,5 poin (3,66 persen) ke 24.309,1, dan Indeks Straits Times melemah 105,08 poin (3,77 persen) ke 2.678,64.
Disusul bursa saham Amerika Serikat (AS), Kamis (12/3) juga kompak ditutup melemah. Dow Jones ditutup melemah 23,553.22 (5.86 persen), NASDAQ melemah 7,952.05 (4.70 persen), dan S&P 500 melemah 2,741.38 (4.89 persen).
Saham global anjlok dan harga minyak merosot setelah Presiden AS Donald Trump memberlakukan larangan perjalanan dari Eropa untuk membendung wabah korona. Kebijakan Trump juga mengancam lebih banyak gangguan terhadap ekonomi dunia.
Saham Eropa, kemarin (12/3), anjlok ke level terendah dalam hampir empat tahun terakhir, dengan indeks acuan STOXX 600 turun 4,9 persen di awal pembukaan. Sementara itu saham perjalanan dan liburan turun 8,6 persen, mencapai level terendah dalam lebih dari enam tahun.
Penurunan ini mendorong MSCI All-Country World Index, yang memantau saham di 49 negara, ke dalam bear market atau suatu kondisi pasar saham di mana harga saham sedang mengalami trend melemah atau turun. Indeks MSCI turun hampir 2 persen, kemarin.
Investor juga bergegas ke aset aman dari obligasi ke emas, yen, dan franc Swiss. Mata uang yen dianggap sebagai investasi aman di saat krisis, nilainya lompat 1 persen lebih terhadap dolar AS.
Saham berjangka AS (ESc1) anjlok hingga 4,9 persen di Asia dan terakhir diperdagangkan turun 4,07 persen. SPX juga kehilangan 4,89 persen, meninggalkan indeks di ambang bear market.
Ketakutan ini meninggalkan jejak merah di banyak pasar. Nikkei Jepang N225 anjlok 4,4 persen ke tingkat terendah dalam hampir tiga tahun, sementara indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang turun 4,7 persen.
Saham Australia jatuh 7,4 persen ke level terendah dalam lebih dari tiga tahun sementara Kospi Seoul KS11 turun 4,8 persen ke posisi terendah dengan penjualan besar-besaran yang mendorong penghentian sementara perdagangan Saham Thailand SETI juga merosot 8,8 persen ke posisi terendah dalam delapan tahun.
Adapun bursa saham Hong Kong jatuh 3,8 persen di sesi pertamanya. Bursa saham di Sydney dan Bangkok lebih parah lagi, masing-masing jatuh hampir 7 dan 8 persen.
Untuk bursa saham Singapura turun lebih dari 3 persen. Bursa saham Shanghai turun 1,3 persen. Di sisi lain harga minyak mentah anjlok lagi pada perdagangan kemarin.
Harga minyak mentah kontrak berjangka Brent dihargai US$ 33,86/barel atau turun 5,39 persen dan minyak mentah acuan AS yakni West Texas Intermediate (WTI) nyungsep 5,4 persen ke level US$ 31,2/barel. Anjloknya harga minyak membuat ketidakpastian global meningkat.
Perekonomian global kembali masuk ke dalam lautan badai. Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan (OECD) merevisi pertumbuhan ekonomi global pada 2020 dari sebelumnya 2,9 persen menjadi 2,4 persen.
Penyebab Tekanan
Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II OJK, Fahri Hilmi menjelaskan, terdapat tiga faktor yang menyebabkan pasar modal Indonesia mengalami tekanan yang secara year to date (ytd) sejak Januari 2020 hingga saat ini mengalami penurunan 21 persen.
”Sekarang indeks sudah liar, bisa dibayangkan biasanya 6.000 sekarang 4.948 jadi year to date dari Januari sudah turun 21 persen, dan dari Maret tahun lalu sudah turun 24 persen,” kata Fahri di Hotel Mercure, Padang, seperti dilansir dari Antara, Kamis (12/3).
Fahri menyatakan tekanan tersebut tidak hanya terjadi untuk pasar modal Indonesia saja, namun juga beberapa negara lain seperti bursa saham Singapura turun 3,04 persen.
”Sebenarnya tidak hanya Indonesia, tapi indeks-indeks negara lain juga. Singapura sudah turun 3,04 persen, Hang Seng turun 3,68 persen, Nikkei turun 4,41 persen, dan itu berlanjut minimal sejak satu bulan terakhir,” katanya.
Dia menambahkan, tekanan terhadap pasar modal dunia tersebut disebabkan oleh tiga faktor, yaitu wabah virus korona (Covid-19), perang harga minyak, dan penurunan suku bunga oleh Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).
Fahri menjelaskan, virus korona yang semakin mewabah di berbagai negara dan kasusnya meningkat justru di luar Tiongkok menyebabkan WHO menaikkan statusnya menjadi pandemi.
Wabah virus korona membuat kekhawatiran tersendiri hingga Italia menutup akses untuk keluar maupun masuk ke negaranya serta AS yang tidak menerima kunjungan dari warga Eropa menyebabkan seluruh aspek ekonomi terimbas.
”WHO semalam menyatakan ini pandemi. Sekarang Italia sudah country lock down tidak boleh masuk dan keluar. Trump juga tidak akan menerima visitor yang berasal dari Eropa jadi semua aspek ekonomi terkena,” katanya.
Faktor kedua, lanjut dia, adalah adanya perang harga minyak dunia setelah Rusia menolak keras usulan pengurangan produksi curam OPEC untuk menstabilkan harga karena wabah virus korona memperlambat ekonomi global dan mengganggu permintaan energi.
”Kedua yang kita hadapi sekarang adalah perang harga minyak yang sudah menyentuh 30 dolar AS per barel. Akhirnya dibalas Arab Saudi yang sekarang lifting-nya 12,3 juta barel per hari dan itu 20 kali lipat lifting Indonesia,” jelasnya.
Kemudian faktor ketiga, keputusan The Fed yang menurunkan suku bunga acuannya, Fed Fund Rate sebesar 50 basis points (bps) menjadi 1,00-1,25 persen dilatarbelakangi oleh wabah Covid-19.
”'AS kemarin meluncurkan penurunan suku bunga untuk menangkal krisis dan tidak berhasil. Kita lihat sampai sekarang indeks masih tertekan,” ujar Fahri.
Ketua Dewan Pertimbangan Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) yang juga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai ancaman perlambatan ekonomi dunia dari pandemi virus korona atau Covid-19 jauh lebih besar ketimbang perang dagang antara AS dengan Tiongkok.
Diketahui ekonomi Indonesia terus melambat setahun terakhir. Begitu pula dengan ekonomi global.
Puncaknya, ketika wabah virus korona baru menyebar, banyak penerbangan ditangguhkan. Bahkan, penerbangan dari dan ke Tiongkok disetop seluruhnya sementara waktu.
Akibatnya, sektor pariwisata Indonesia terpukul. Di Bali, sejumlah pengusaha hotel dan villa telah merumahkan sebagian karyawan. Begitu pula di Bintan, Kepulauan Riau.
”Saya kira dari dampak perang dagang AS-Tiongkok, ini (virus corona) puluhan kali lebih hebat,” ujar JK, sapaan akrabnya, tanpa menyebut lebih rinci dampak ekonomi yang dimaksud, Jakarta, Kamis (11/3).
Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tertekan akibat virus corona pada tahun ini. Proyeksinya, laju ekonomi yang semula ditargetkan bisa mencapai 5,3 persen akan turun ke kisaran 4,7 persen sampai 5,0 persen.
Sementara Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memproyeksi ekonomi nasional hanya tumbuh 5,1 persen pada tahun ini. Proyeksi ini turun dari semula 5,1 persen sampai 5,5 persen.