Thursday, December 26, 2019

Saham Gorengan Diawasi Ketat, Transaksi Saham Ambles 28%

Saham Gorengan Diawasi Ketat, Transaksi Saham Ambles 28%

MARKET - CNBC Indonesia, CNBC Indonesia 26 November 2019 06:51
SHARE  
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)             
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai transaksi di pasar saham domestik terus terkikis dalam kurun waktu dua pekan terakhir. Investor tampaknya mulai khawatir kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga akhir tahun sulit diharapkan bisa naik tinggi.

Berdasarkan data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) rerata nilai transaksi saham sejak 7 November 2019 hingga 25 November 2019, rerata nilai transaksi harian tercatat hanya senilai Rp 6,63 triliun. Angka ini anjlok 27,92% dibandingkan rerata transaksi harian selama tahun berjalan di BEI senilai Rp 9,2 triliun.

Pada penutupan perdagangan kemarin, Senin (25/11/2019), total nilai transaksi juga tidak berhasil melebihi Rp 9,2 triliun, yakni hanya sebesar Rp 6,3 triliun.


Sentimen eksternal yang masih mempengaruhi minat investor bertransaksi di pasar saham yaitu, tarik ulur kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dan China.

Investor sepertinya masih wait and see, belum ada yang berani bermain ofensif karena menunggu perkembangan hubungan AS-China. Di satu sisi, ada harapan AS-China bisa mencapai kesepakatan damai dagang Fase I.

Akhir pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan dirinya sudah berkomunikasi dengan Presiden China XI Jinping. Hasilnya cukup positif, di mana kesepakatan dagang diperkirakan bisa terjadi dalam waktu dekat.

"Kita akan segera memperoleh kesepakatan dengan China, mungkin sudah dekat," ujar Trump dalam wawancara bersama Fox News, seperti dikutip dari Reuters.

Namun di sisi lain, pelaku pasar juga mencemaskan ada faktor lain yang bisa mempengaruhi perjanjian damai dagang tersebut yaitu Hong Kong. Sebagai informasi, Kongres AS sudah menyetujui undang-undang penegakan hak asasi manusia di Hong Kong. Jika aturan ini diterapkan, maka AS bisa menjatuhkan embargo kepada pejabat China yang dinilai melakukan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah eks koloni Inggris tersebut.


Beijing tentu tidak terima bila AS ikut campur terlalu jauh dengan urusan dalam negeri mereka. Bisa saja intervensi AS menjadi sandungan bagi tercapainya damai dagang.

Selain itu, Trump juga menegaskan kesepakatan dengan China tidak bisa imbang. Kepentingan AS harus diutamakan, karena selama ini China dinilai telah berlaku tidak adil.

"AS menderita selama bertahun-tahun karena China mencatat surplus (perdagangan) yang begitu besar. Saya sudah mengatakan kepada Presiden Xi bahwa (kesepakatan) ini tidak bisa seimbang. Kami ada di lantai, sementara Anda sudah di langit-langit," tegas Trump dalam wawancara di Fox News.

Pada Januari-September 2019, AS mengalami defisit US$ 263,19 miliar kala berdagang dengan China. Tahun lalu, AS juga tekor US$ 419,53 miliar.

Oleh karena itu, masih ada risiko AS-China tidak bisa dipertemukan. Selama AS masih membukukan defisit perdagangan dengan China, apalagi kalau nilainya semakin parah, maka Trump bakal semakin galak dan perang dagang bisa semakin panjang.

Sementara itu, dari dalam negeri, investor menahan diri untuk melakukan transaksi seiring dengan kinerja puluhan reksa sana saham yang mencatatkan penurunan performa pada bulan ini.

Mengacu data Infovesta Utama, pada 1-18 November 2019, terdapat 18 produk reksa dana yang menorehkan kinerja negatif cuku ektrim karena imbal hasil yang ditorehkan anjlok 30%.

Merespons kondisi tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan akan mengawasi aset dasar (underlying asset) produk reksa dana.

"Ya nanti kita lihatlah, kalau ada beberapa temuan. Sekarang kita bisa mengawasi itu dari sisi portfolionya dibantu oleh tim KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia) ada s-Invest jadi mulai dari mark to market [harga pasar], market monitor, terus compliance terhadap beberapa regulasi terkait dengan produk," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen, di Jakarta, Kamis (21/11/2019).


Langkah OJK memperketat pengawasan transaksi saham tersebut membuat aktivitas perdagangan saham mengalami penurunan.

Transaksi saham lapis tiga, atau biasa disebut saham gorengan, yang terkendala beberapa kebijakan penertiban pasar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Awalnya diprediksi hanya berdampak kecil di pasar, ternyata setelah adanya pengetatan batasan pinjaman transaksi saham-saham tersebut di perusahaan broker serta adanya wajib lapor bagi asuransi dan dana pensiun yang sempat menitipkan sahamnya di portofolio reksa dana, turut berdampak signifikan yaitu 24,34% tadi pada ciutnya transaksi pasar saham.

Satu hal yang pasti, November memang tidak memiliki tren sebagai bulan yang positif dalam 10 tahun terakhir. Pada periode 1 dasawarsa tersebut, terlihat bahwa IHSG hanya mampu positif pada 3 tahun, yaitu pada 2009, 2014, dan 2018. Sisanya, dapat ditebak, yaitu melemah.

Namun, tidak sedikit yang siap mengambil kesempatan dan memanfaatkan tren November yang terkoreksi. Zulfa Hendri, Direktur Utama PT Majoris Asset Management, menilai tren koreksi pada November justru membukakan pintu kesempatan bagi investor dan trader untuk masuk ke pasar saham, dan dapat merealisasikan keuntungan pada awal tahun depan.

Transaksi Saham Lapis Ketiga Anjlok
Dengan dasar tren tersebut, tuturnya, perusahaan manajer investasi yang dia pimpin juga memanfaatkan momentum dengan agresivitas yang sama di pasar saham dan pasar obligasi.

"Nanti baru dievaluasi di kuartal I-2020, apakah akan terus agresif atau ada perkembangan lain," ujarnya pada pekan lalu (18/11/19).

Dia juga mengatakan di awal 2020, pelepasan portofolio di pasar saham dapat disamakan momentumnya dengan tren penguatan awal tahun yang biasa disebut January Effect dan musim rilis kinerja keuangan periode akhir 2019 serta musim 'hujan dividen' yang akan diumumkan di akhir kuartal I-2020.

TIM RISET CNBC INDONESIA (hps/hps)

Wednesday, December 11, 2019

32 Reksa Dana Saham Anjlok 50% Lebih, APRDI: Ada yang Salah!

32 Reksa Dana Saham Anjlok 50% Lebih, APRDI: Ada yang Salah!

Market - Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia 11 December 2019 13:02
SHARE
32 Reksa Dana Saham Anjlok 50% Lebih, APRDI: Ada yang Salah! Foto: Reksa Dana (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) menilai ada yang salah dari pengelolaan reksa dana saham oleh sejumlah manajer investasi (MI) yang imbal hasilnya (return) jatuh cukup tajam hingga di atas 50% dalam 9 bulan pertama tahun ini.

Kejatuhan return reksa dana saham itu jauh di atas koreksi imbal hasil Indeks Harga Saham Gabungan yang hanya 2,95% pada periode yang sama.
Mengacu data Infovesta Utama, sebanyak 32 reksa dana saham tercatat terkoreksi di atas 50%. Beberapa nama tersebut di antaranya Oso Flores Equity Fund dengan koreksi 51,31%, Narada Saham Indonesia II terkoreksi 51,95%, Maybank Dana Ekuitas Syariah Saham terkoreksi 54,72%. Bahkan ada juga produk reksa dana saham yang amblas 79,55%, yaitu Millenium MCM Equity Sektoral.
Baca:

Ketua Presidium APRDI, Prihatmo Hari Mulyano menyatakan, setiap manajer investasi memang memiliki strategi tertentu dalam meracik dana kelolaan.

Namun, ia tak ingin menjawab lebih lanjut mengenai kemungkinan investasi perusahaan MI di saham-saham lapis dua dan ketiga atau kemungkinan masuk saham gorengan.

"Intinya, setiap MI ada taktik tertentu, kami menghormati masing masing fund manager sepanjang tidak melanggar peraturan berlaku dan juga good corporate governance," kata Prihatmo Hari di Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua I Asosiasi Manajer Investasi Indonesia (AMII) Hanif Mantiq memaparkan, secara umum, perusahaan manajer investasi yang mengelola reksa dana yang menjadikan aset dasar saham cukup bervariasi. Ada yang mengacu pada IHSG atau pada 45 saham yang paling likuid di BEI alias Indeks LQ45.
Baca:

Tapi ia menilai, bila deviasi yang terlampau jauh hingga mencapai 60%, maka itu artinya ada sesuatu yang salah. Dia mendorong agar regulator turun tangan melakukan pemeriksaan apa yang menjadi penyebab penurunan yang cukup tajam tersebut.

"OJK harus melakukan pemeriksaan, kalau sampai terkoreksi 60 persen ada sesuatu yang salah," kata Hanif Mantiq.

Agar menghindari kejadian yang sama terulang ke depan, APRDI mengusulkan kepada OJK agar setiap perusahaan MI wajib mendeklarasikan lima underlying aset saham terbesar yang diinvestasikan. Usulan ini sudah masuk dalam tahap akhir.

"Lima underlying ini sesuai dengan best practice global," kata Prihatmo Hari menambahkan.

Wawan Hendrayana, Head of Capital Market Research Infovesta berpendapat, kemungkinan reksa dana yang mengalami penurunan kinerja cukup ekstrim pada November lalu dapat disebabkan oleh penurunan kinerja saham-saham yang juga cukup signifikan pada periode tersebut.
Baca:

"Kalau yang [berkinerja ekstrim negatif dalam periode] 1 bulan terakhir iya, most likely dari kejatuhan saham gorengan," katanya.

Data BEI secara year to date menunjukkan, setidaknya ada lima saham yang mencatatkan penurunan cukup tajam, di antaranya adalah PT Marga AbhinayaTbk (MABA) -77,27%, PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) -71%, PT Hanson International Tbk (MYRX) - 58%, PT Hotel Mandarine Regency Tbk (HOME) -57%, dan PT Sinergi Megah Internusa Tbk (NUSA) -51%.

Berikut data 32 reksa dana saham yang ambles parah di atas 50%, padahal IHSG hanya terkoreksi 2,95% pada periode year to date hingga November itu:
NoNama Reksa Dana Saham
Kinerja Ytd 29 November 2019

(31 Desember 2018 - 29 November 2019) (%)
1OSO Flores Equity Fund-51,31
2Emco Saham Barokah Syariah-51,76
3Narada Saham Indonesia II-51,95
4OSO Moluccas Equity Fund-52,67
5Sentra Ekuitas Berkembang-53,50
6Asia Raya Saham Berkembang-53,72
7Maybank Dana Ekuitas Syariah Saham-54,72
8Reksa Dana Treasure Saham Mantap-56,00
9VMI Dana Saham-56,29
10Corfina Grow-2-Prosper Rotasi Strategis-57,01
11Simas Saham Ultima-57,68
12Narada Saham Indonesia-59,03
13Asia Raya Syariah Saham Barokah-59,12
14Aurora SMC Equity-59,59
15Aurora Equity-60,39
16Jasa Capital Saham Progresif-60,70
17Asia Raya Saham Unggulan Syariah-60,96
18Prospera Syariah Saham-62,29
19Corfina Investa Saham Syariah-63,48
20Treasure Fund Super Maxxi-64,20
21Pinnacle Dana Prima-64,52
22Aurora Dana Ekuitas-67,00
23Pan Arcadia Dana Saham Bertumbuh-67,87
24MNC Dana Syariah Ekuitas II-68,07
25Pan Arcadia Dana Saham Syariah-68,28
26Corfina Equity Syariah-69,86
27Pool Advista Kapital Optimal-71,98
28Aurora Sharia Equity-76,35
29Pool Advista Kapital Syariah-77,15
30Millenium Equity Prima Plus-77,81
31Treasure Saham Berkah Syariah-79,44
32Millenium MCM Equity Sektoral-79,55
Sumber: Infovesta





Simak strategi pilih reksa dana

Tuesday, December 10, 2019

Citigroup Sekuritas Indonesia: Tahun depan, IHSG berpeluang menembus level 7.000

Citigroup Sekuritas Indonesia: Tahun depan, IHSG berpeluang menembus level 7.000

Oleh: Akhmad Suryahadi
Selasa, 10 Desember 2019 17:37 WIB
   
Citigroup Sekuritas Indonesia: Tahun depan, IHSG berpeluang menembus level 7.000


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun depan diprediksi menjadi momentum kebangkitan bagi pasar modal Indonesia. Berbagai katalis positif dipercaya bakal memuluskan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 2020 nanti.Direktur sekaligus Kepala Riset Citigroup Sekuritas Indonesia Ferry Wong memperkirakan, tensi perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, AS dengan China, akan segera mereda. Sebab, Presiden Trump akan lebih kalem menghadapi China menjelang momen pemilihan presiden AS yang akan diselenggarakan pada akhir 2020.Dari sisi domestik, pembentukan Kabinet Indonesia Maju juga dinilai positif oleh pasar. Selain itu, bergabungnya Prabowo Subianto ke dalam kabinet juga dinilai sebagai angin segar bagi pasar modal tanah air.Baca Juga: IHSG terkoreksi 0,17% ke 6.183 pada akhir perdagangan hari ini“Konsolidasi politik telah terjadi setelah pengumuman kabinet. Prabowo juga bergabung dengan kabinet sehingga cukup banyak memberi sentimen positif terhadap pebisnis dan kepercayaan konsumen,” ujar Ferry usai Seminar Market Outlook 2020 di Jakarta, Selasa (10/12).Hal lainnya yang mampu mendongkrak pergerakan indeks adalah proyeksi pertumbuhan laba bersih perusahaan. Pertumbuhan laba bersih perusahaan sepanjang 2019 diperkirakan hanya 4,7%. Sementara pada 2020, laba bersih perusahaan diprediksi akan tumbuh hingga 10,1%.Ferry menambahkan, penyebab naiknya laba bersih perusahaan pada 2020 adalah adanya potensi pemotongan suku bunga acuan. Selain itu, ada juga alokasi belanja modal yang diperkirakan naik serta harga CPO yang diprediksi akan naik.“Terutama ditopang oleh sektor-sektor seperti perbankan yang akan tumbuh sekitar 14%-15%, kemudian ada sektor telekomunikasi dan semen,” lanjutnya.Selain itu, dana investasi asing juga sudah mulai masuk ke Indonesia. Oleh karena itu, Ferry memperkirakan indeks akan menyentuh level 7.050 pada tahun depan.“Untuk pasar modal, saya cukup bullish untuk tahun 2020. Meskipun selama dua tahun belakangan ini tidak terlalu bullish terhadap pasar karena katalis-katalisnya belum terlalu terlihat,” sambungnya.Baca Juga: Bergerak liar, IHSG tergelincir 0,13% di sesi I perdagangan ikuti pasar AsiaSementara, Ferry memperkirakan IHSG berpeluang untuk menembus level 6.200 hingga 6.300 sampai akhir tahun ini.

Editor: Herlina Kartika

Monday, December 2, 2019

Giliran Morgan Stanley Ramal MSCI Index RI Bisa ke 7.800

Giliran Morgan Stanley Ramal MSCI Index RI Bisa ke 7.800

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
MARKET

02 December 2019 10:02
   
Giliran Morgan Stanley Ramal MSCI Index RI Bisa ke 7.800
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan akhir November 2019, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat membukukan imbal hasil negatif 2,95% ke level 6.011,83 indeks poin.

Kemudian, beberapa analis pasar juga merevisi ke bawah target akhir tahun IHSG mempertimbangkan tekanan dari kondisi geopolitik global yang berdampak pada realisasi earning growth perusahaan di Indonesia lebih rendah dari ekspektasi pasar.


Meskipun demikian, bank investasi ternama asal Amerika Serikat (AS), Morgan Stanley (MS), dalam riset terbarunya (1/12/2019) menyebutkan, earning growth perusahaan Indonesia periode 2020/2021 akan membaik dan mampu tumbuh berturut-turut sekitar 10,1% dan 9% secara tahunan.


Alhasil, MS tetap memberikan rekomendasi "overweight" pada indeks MSCI Indonesia dapat menyentuh level 7.800 di akhir tahun 2020. Saat ini, MSCI Index berada pada level 7006-7009 dan akhir tahun lalu di level 7.074. Level tertinggi 7.642 terjadi pada 18 April 2019. Rekomendasi overweight dan melesatnya kinerja IHSG senada dengan proyeksi JP Morgan.

Sebagai informasi, sebelumnya JP Morgan mengestimasi pada akhir tahun 2020, bursa saham utama Indonesia akan bangkit dan bahkan menyentuh level di atas 7.000 yakni di level 7.250.

Lebih lanjut, menurut MS pertumbuhan pendapatan perusahaan domestik mampu pulih karena ditopang oleh lingkungan sosial dan politik yang lebih stabil setelah pembentukan kabinet baru, sehingga aktifitas konsumsi masyarakat kembali meningkat dan pengusaha dapat menjalankan bisnisnya tanpa keresahan.

Selain itu, menteri-menteri baru yang terpilih diharapkan dapat membawa inisiatif atau ide-ide baru, terutama untuk mendukung usaha kecil dan menengah (UKM), serta transformasi kebijakan pendidikan.

Sementara itu, sejatinya terdapat, faktor-faktor lainnya yang berpotensi mendorong pertumbuhan pendapatan lebih pesat adalah reformasi kebijakan terkait sumber daya manusia (SDA), omnibus law, dan tenaga kerja.

Reformasi SDA yang dimaksud terkait rencana pemerintah yang akan mengalokasikan sekitar 40% anggaran belanja negara untuk memperbaiki dan mengembangkan sistem pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial.

Sedangkan omnibus law ditargetkan dapat menderegulasi kebijakan dan menyederhanakan peraturan yang tumpeng. Melalui omnibus law, pajak perusahaan dijadwalkan akan secara perlahan dipangkas yang diharapkan dapat mendorong ekspansi dunia usaha.

Lalu, reformasi tenaga kerja bertujuan untuk mengurangi hambatan pada sistem yang sedang berlaku saat ini.


Ketiga reformasi kebijakan tersebut mempunyai target untuk dapat menaikkan peringkat kemudahan berbisnis (ease of doing business) di Ibu Pertiwi menjadi peringkat ke-40 dalam waktu dekat, dari sebelumnya peringkat ke-73 di tahun ini.

Di lain pihak, MS meyakini bahwa dibutuhkan waktu bagi reformasi kebijakan tersebut untuk dapat membawa dampak positif pada aliran dana investor asing.

Oleh karena itu dalam waktu dekat, penopang pertumbuhan ekonomi lingkungan bisnis yang lebih kondusif, di mana ini dapat mengoptimalisasi UKM perusahaan swasta untuk melakukan ekspansi usaha. MS terutama meyakini industri perbankan akan berperan besar pada periode pemulihan tersebut, seiring dengan meningkatkan permintaan kredit.

TIM RISET CNBC INDONESIA