Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia -
Nilai transaksi di pasar saham domestik terus terkikis dalam kurun
waktu dua pekan terakhir. Investor tampaknya mulai khawatir kinerja
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga akhir tahun sulit diharapkan
bisa naik tinggi.
Berdasarkan
data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) rerata nilai transaksi
saham sejak 7 November 2019 hingga 25 November 2019, rerata nilai
transaksi harian tercatat hanya senilai Rp 6,63 triliun. Angka ini
anjlok 27,92% dibandingkan rerata transaksi harian selama tahun berjalan
di BEI senilai Rp 9,2 triliun.
Pada
penutupan perdagangan kemarin, Senin (25/11/2019), total nilai
transaksi juga tidak berhasil melebihi Rp 9,2 triliun, yakni hanya
sebesar Rp 6,3 triliun.
Sentimen
eksternal yang masih mempengaruhi minat investor bertransaksi di pasar
saham yaitu, tarik ulur kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dan
China.
Investor sepertinya masih wait and see,
belum ada yang berani bermain ofensif karena menunggu perkembangan
hubungan AS-China. Di satu sisi, ada harapan AS-China bisa mencapai
kesepakatan damai dagang Fase I.
Akhir
pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan dirinya sudah
berkomunikasi dengan Presiden China XI Jinping. Hasilnya cukup positif,
di mana kesepakatan dagang diperkirakan bisa terjadi dalam waktu dekat.
"Kita
akan segera memperoleh kesepakatan dengan China, mungkin sudah dekat,"
ujar Trump dalam wawancara bersama Fox News, seperti dikutip dari
Reuters.
Namun
di sisi lain, pelaku pasar juga mencemaskan ada faktor lain yang bisa
mempengaruhi perjanjian damai dagang tersebut yaitu Hong Kong. Sebagai
informasi, Kongres AS sudah menyetujui undang-undang penegakan hak asasi
manusia di Hong Kong. Jika aturan ini diterapkan, maka AS bisa
menjatuhkan embargo kepada pejabat China yang dinilai melakukan
pelanggaran hak asasi manusia di wilayah eks koloni Inggris tersebut.
Beijing
tentu tidak terima bila AS ikut campur terlalu jauh dengan urusan dalam
negeri mereka. Bisa saja intervensi AS menjadi sandungan bagi
tercapainya damai dagang.
Selain
itu, Trump juga menegaskan kesepakatan dengan China tidak bisa imbang.
Kepentingan AS harus diutamakan, karena selama ini China dinilai telah
berlaku tidak adil.
"AS
menderita selama bertahun-tahun karena China mencatat surplus
(perdagangan) yang begitu besar. Saya sudah mengatakan kepada Presiden
Xi bahwa (kesepakatan) ini tidak bisa seimbang. Kami ada di lantai,
sementara Anda sudah di langit-langit," tegas Trump dalam wawancara di
Fox News.
Pada
Januari-September 2019, AS mengalami defisit US$ 263,19 miliar kala
berdagang dengan China. Tahun lalu, AS juga tekor US$ 419,53 miliar.
Oleh
karena itu, masih ada risiko AS-China tidak bisa dipertemukan. Selama
AS masih membukukan defisit perdagangan dengan China, apalagi kalau
nilainya semakin parah, maka Trump bakal semakin galak dan perang dagang
bisa semakin panjang.
Sementara
itu, dari dalam negeri, investor menahan diri untuk melakukan transaksi
seiring dengan kinerja puluhan reksa sana saham yang mencatatkan
penurunan performa pada bulan ini.
Mengacu
data Infovesta Utama, pada 1-18 November 2019, terdapat 18 produk reksa
dana yang menorehkan kinerja negatif cuku ektrim karena imbal hasil
yang ditorehkan anjlok 30%.
Merespons kondisi tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan akan mengawasi aset dasar (underlying asset) produk reksa dana.
"Ya
nanti kita lihatlah, kalau ada beberapa temuan. Sekarang kita bisa
mengawasi itu dari sisi portfolionya dibantu oleh tim KSEI (Kustodian
Sentral Efek Indonesia) ada s-Invest jadi mulai dari mark to market
[harga pasar], market monitor, terus compliance terhadap beberapa
regulasi terkait dengan produk," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar
Modal OJK Hoesen, di Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Langkah OJK memperketat pengawasan transaksi saham tersebut membuat aktivitas perdagangan saham mengalami penurunan.
Transaksi
saham lapis tiga, atau biasa disebut saham gorengan, yang terkendala
beberapa kebijakan penertiban pasar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Awalnya
diprediksi hanya berdampak kecil di pasar, ternyata setelah adanya
pengetatan batasan pinjaman transaksi saham-saham tersebut di perusahaan
broker serta adanya wajib lapor bagi asuransi dan dana pensiun yang
sempat menitipkan sahamnya di portofolio reksa dana, turut berdampak signifikan yaitu 24,34% tadi pada ciutnya transaksi pasar saham.
Satu
hal yang pasti, November memang tidak memiliki tren sebagai bulan yang
positif dalam 10 tahun terakhir. Pada periode 1 dasawarsa tersebut,
terlihat bahwa IHSG hanya mampu positif pada 3 tahun, yaitu pada 2009,
2014, dan 2018. Sisanya, dapat ditebak, yaitu melemah.
Namun,
tidak sedikit yang siap mengambil kesempatan dan memanfaatkan tren
November yang terkoreksi. Zulfa Hendri, Direktur Utama PT Majoris Asset
Management, menilai tren koreksi pada November justru membukakan pintu
kesempatan bagi investor dan trader untuk masuk ke pasar saham, dan
dapat merealisasikan keuntungan pada awal tahun depan.
Transaksi Saham Lapis Ketiga Anjlok
Dengan
dasar tren tersebut, tuturnya, perusahaan manajer investasi yang dia
pimpin juga memanfaatkan momentum dengan agresivitas yang sama di pasar
saham dan pasar obligasi.
"Nanti
baru dievaluasi di kuartal I-2020, apakah akan terus agresif atau ada
perkembangan lain," ujarnya pada pekan lalu (18/11/19).
Dia
juga mengatakan di awal 2020, pelepasan portofolio di pasar saham dapat
disamakan momentumnya dengan tren penguatan awal tahun yang biasa
disebut January Effect dan musim rilis kinerja keuangan periode akhir 2019 serta musim 'hujan dividen' yang akan diumumkan di akhir kuartal I-2020.
TIM RISET CNBC INDONESIA (hps/hps)