
Jakarta, CNBC Indonesia -
Penertiban investasi reksa dana oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
kembali membuahkan hasil. Kali ini, yang 'disemprit' otoritas adalah PT
Pratama Capital Assets Management dengan perintah larangan penjualan
reksa dana selama 3 bulan.
Dalam
surat bernomor S-1423/PM.21/2019 tentang Perintah Untuk Melakukan
Tindakan Tertentu kepada PT Pratama Capital Assets Management, manajer
investasi tersebut dilarang menjual reksa dana dan produk investasi yang
sudah dikelola perusahaan maupun membuat produk baru.
Selain
larangan menjual unit dari produk yang sudah ada serta membuat produk
baru, perintah lain kepada Pratama Capital dalam surat tersebut adalah
memperpanjang atau menambah dana kelolaan produk kontrak pengelolaan
portofolio efek untuk kepentingan nasabah secara individual. Produk
jenis itu sering dikenal dengan nama kontrak pengelolaan dana (KPD).
Ketiga
poin perintah tersebut berlaku untuk periode 3 bulan ke depan sejak
surat ini ditandatangani oleh Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal
2A OJK Yunita Linda Sari, Kamis kemarin (21/11/19).
Penyebab
keluarnya surat perintah itu adalah porsi kepemilikan saham PT Kawasan
Industri Jababeka Tbk (KIJA) di dalam reksa dana Pratama Capital yang
melebihi batas 10%. Padahal, OJK menjelaskan sudah melakukan pembinaan
kepada manajer investasi tersebut terkait dengan saham KIJA pada 2017
dan 2018.
Berdasarkan
pengawasan oleh OJK atas pengelolaan dana yang dilakukan Pratama
Capital pada periode 1 Mei 2019-30 Juni 2019, diketahui bahwa masih
terdapat kepemilikan efek saham KIJA yang melebihi 10% dari nilai aktiva
bersih (dana kelolaan) reksa dana.
Batas
10% tersebut diatur di dalam Peraturan OJK No.23/POJK.04/2016 tentang
Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif pasal 6 ayat 1 d.
"Manajer
investasi dilarang melakukan tindakan yang dapat menyebabkan reksa daan
berbentuk kontrak investasi kolektif: memiliki efek yang diterbitkan
oleh 1 (satu) pihak lebih dari 10% dari nilai aktiva bersih reksa dana
pada setiap saat."
Namun, tidak dijelaskan nama reksa dana yang diketahui memiliki saham emiten properti tersebut di atas ketentuan batas aman.
Selain
diketahui melanggar POJK No.23/POJK.04/2016, salah satu ketentuan lain
yang menjadi pertimbangan perintah suspensi penjualan Pratama Capital
adalah POJK No.43/POJK/04/2015 tentang Pedoman Perilaku Manajer
Investasi pasal 4. Dalam aturan tersebut, manajer investasi diharuskan
mengungkapkan benturan kepentingan terhadap efek yang ditransaksikan.
Data
dana kelolaan reksa dana Pratama Capital menunjukkan nilai Rp 1,78
triliun dari sekurangnya 32 produk reksa dana per akhir Oktober.
Saat
ini, mengacu situs resmi perusahaan, direksi yang menjabat di
perusahaan adalah Iwan Margana (dirut), Alfa Sri Aditya, dan Yanto. Di
dewan komisaris, pejabatnya terdiri dari Willie Dauhan (komut) dan
Harjono 'John' Budiharsana.
CNBC
Indonesia sudah mengirimkan permintaan konfirmasi melalui pesan
singkat, tapi hingga berita ini dimuat, belum ada jawaban dari
Iwan Margana.
Pemegang
saham Pratama Capital terdiri dari PT Pratama Capital Indonesia (99%)
dan PT Imakotama Investindo (0,01%). Uniknya, meskipun hanya menjadi
pemegang saham minoritas Pratama Capital Assets, Imakotama juga tercatat
sebagai salah satu pemegang saham KIJA, dengan kepemilikan per Juni
2019 sebesar 6,65%.
Penertiban
sedang dilakukan OJK kepada industri pengelolaan investasi dan
perusahaan efek sejak akhir tahun lalu. Sebelum Pratama Capital, dua
manajer investasi lain juga terkena perintah suspensi dari OJK terhadap
penjualan produk reksa dananya dengan sebab yang berbeda.
Keduanya
adalah PT Narada Aset Manajemen yang disebabkan kasus gagal bayar
transaksi pembelian saham senilai Rp 177,78 miliar dan PT Minna Padi
Aset Manajemen yang dinilai menjual produk reksa dana berbasis saham
dengan menjanjikan hasil investasi pasti (fixed rate).
Suspensi
penjualan yang diperintahkan OJK kepada Minna Padi Aset Manajemen telah
berlanjut kepada perintah pembubaran enam produk reksa dana yang
dikelola perseroan.
Seiring
dengan aksi penertiban OJK, Ketua Asosiasi Penasihat Investasi
Indonesia (APII) Ari Adil menilai dengan aksi tersebut maka ke depannya
diharapkan keterbukaan pasar modal dan edukasi dapat lebih dilaksanakan,
serta didukung tiga langkah. Ketiganya yaitu mempelajari investasi dan
investasi reksa dana, kritis terhadap proses investasi, dan mengevaluasi
prosesnya secara berkala.
TIM RISET CNBC INDONESIA
No comments:
Post a Comment