Buat Lembaga Pengawas OJK
CNN Indonesia | Jumat, 22/11/2019 10:21 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- DPR berencana membentuk badan pengawas Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subhi mengatakan pembentukan dilakukan karena kualitas pengawas sektor keuangan tersebut dinilai menurun.
Nantinya,
badan supervisi itu akan bertugas melakukan pengawasan terhadap langkah
yang dikeluarkan OJK dalam menangani permasalahan lembaga jasa
keuangan. Badan pengawas tersebut nantinya kemungkinan akan serupa
dengan Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI).
"DPR
merasa kualitas pengawasan OJK menurun, apa karena belum matang,
usianya 10 tahun atau ada yang salah," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR
Fathan Subhi seperti dikutip dari Antara, Jumat (22/11).
Namun,
politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu belum menyebut teknis
pembentukan badan pengawas tersebut. Ia hanya memastikan pembentukan
akan dilakukan dalam waktu dekat.
Pembentukan
dilatarbelakangi oleh permasalahan yang terjadi di Bank Muamalat,
Asuransi Jiwasraya dan Bumi Putra. Permasalahan tersebut menjadi
momentum bagi wakil rakyat itu mengevaluasi standar OJK dalam melakukan
pengawasan.
"Ini (masalah di Bank Muamalat, Asuransi Jiwasraya dan Bumi Putera) bawaan lima tahun lalu tapi baru muncul sekarang," katanya.
Bank
Muamalat, Asuransi Jiwasraya dan Bumi Putera saat ini memang tengah
mengalami masalah. Untuk Jiwasraya, saat ini sedang terbelit masalah
keuangan.
Masalah memaksa mereka menunda pembayaran klaim produk saving plan yang dijual melalui tujuh bank mitra (bancassurance).
Perseroan
mengklaim nilai total pembayaran klaim yang tertunda sebesar Rp802
miliar sampai 10 Oktober 2018. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga
baru-baru ini mengatakan masalah tersebut disebabkan oleh kecerobohan
manajemen dalam menginvestasikan dana nasabah.
Ia
mensinyalir dana nasabah banyak diinvestasikan di saham gorengan.
Sementara itu untuk Bumiputera, masalah berkaitan dengan penundaan klaim
bagi sebagian nasabah AJB Bumiputera.
Masalah
keuangan AJB Bumiputera awalnya terkuak pada 2010 silam. Saat itu
kemampuan AJB Bumiputera dalam memenuhi kewajibannya, baik utang jangka
panjang maupun jangka pendek alias solvabilitas hanya 82 persen. Ini
artinya, AJB Bumiputera tidak bisa mematuhi amanat Keputusan Menteri
Keuangan (KMK) Nomor 504 Tahun 2004 tentang solvabilitas perusahaan
asuransi yang mencapai 100 persen.
No comments:
Post a Comment